Kolom

Jangan Politisasi Pembatalan Haji

2 Mins read

Baru-baru ini, pemerintah telah memastikan tidak akan memberangkatkan jemaah haji Indonesia ke Tanah Suci. Pembatalan keberangkatan ini, tentunya menyisakan kekecewaan mendalam di hati masyarakat. Apalagi, ini adalah kali kedua ritual tahunan tersebut ditangguhkan.

Sebenarnya, keputusan pembatalan tersebut diambil pemerintah atas dasar kesehatan dan keselamatan jemaah haji. Bahkan secara gamblang, pembatalan ini juga dengan pertimbangan yang matang dan tidak tergesa-gesa. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Meteri Agama Republik Indonesia Nomor 660/2021.

Namun, keputusan ini justru menjadi kontroversi dan menimbulkan pro-kontro di tengah masyarakat. Banyak yang setuju, tetapi tak sedikit yang keberatan, memberikan kritik, hingga menyebarkan hoaks. Misalnya, pernyataan Haikal Hassan Baras dalam postingan twitternya. Ia menyampaikan keterkaitan pembatalan haji dengan kedekataan antara pemerintah dan China. Bahkan, ia juga mempertanyakan bahwa faktor lain pembatalan haji murni bukan karena alasan kesehatan, melainkan karena kedzaliman pemerintah dengan Riziq Syihab.

Sementara, pada unggahan Youtube Rizal Ramli juga menyampaikan pernyataan dengan aroma politis terkait pembatalan haji. Ia mengatakan bahwa alasan pembatalan haji bukan karena Covid-19, melainkan karena dana haji terpakai oleh pemerintah. Di samping itu, seorang publik figur juga turut mengomentari keputusan pembatalan haji. Melalui Instagramnya, ia mengatakan bahwa pintu surga bisa jadi tak dibuka bagi masyarakat Indonesia karena tak berhaji.

Dalam perkembangannya, istilah politisasi seringkali memiliki kesan negatif. Tidak mengherankan, karena politik tidak jarang diidentikkan dengan praktik kotor dan penuh intrik. Sebenarnya, bukan istilah politisasi yang menjadi masalah, akan tetapi lebih kepada bagaimana bentuk aktivitas politik tersebut yang disampaikan di sosial media, dalam hal ini politisasi pembatalan haji yang diungkapkan tokoh publik.

Isu pembatalan haji memang masuk dalam kategori politisasi agama. Hal ini karena pembatalan haji diungkapkan melalui digital yang dilakukan tokoh politik. Politisasi agama bisa menggunakan berbagai cara, misalnya dalil-dalil agama, pemanfaatan kegiataan keagamaan, penggunaan simbol-simbol keagamaan, dan penafsiran isu agama yang mencuat di media. Tentu, tujuannya adalah untuk menjatuhkan lawan politik yang bersebrangan denganya.

Namun demikian, bukan berarti kita yang menerima pesan politis di media sosial tersebut tidak dapat melakukan penilaian. Posisi adalah penafsir. Maka dari itu, sebenarnya cukup banyak metode penafsiran yang dapat kita gunakan dalam melihat fakta pesan yang dikirimkan oleh pejabat, politisi, atau siapa saja yang pesannya bernuansa politis.

Misalnya, kita dapat meminjam seni memahami atau hermeneutikanya Friedrich Schleiermacher, dengan mencoba masuk ke dunia si pengirim pesan. Salah satu cara dengan memahami psikologis si pengirim pesan tersebut (interpretasi psikologis). Cara ini mungkin cukup mudah digunakan untuk mengungkap jenis politisasi yang samar-samar. Kondisi psikologis si pengirim pesan politis tersebut misalnya bisa dilihat dari posisi dia ketika pesan itu dikirimkan, seperti sebagai anggota partai, calon politik, simpatisan, kerabat politisi, dan lainnya.

Peluang munculnya politisasi dari kondisi psikologis yang paralel dengan kepentingan politik sangatlah besar sekali. Tentu berbeda dengan suatu kondisi psikologis yang memang netral dari kepentingan politik. Namun, hal ini bukan juga berarti bahwa seluruh politisi atau simpatisannya pasti melakukan politisasi, sehingga seakan tidak ada ruang sama sekali bagi politik yang objektif.

Di sisi lain, Jika dipahami lebih dalam, politisasi pembatalan haji memiliki dampak buruk pada kehidupan umat. Di antara ancaman yang nyata dari tindak politisasi tersebut, yaitu semakin besarnya potensi terpecah belahnya umat Islam. Hal ini karena agenda politisasi sering menghasilkan kubu-kubu yang berseberangan, dikarenakan perbedaan latar belakang umat Muslim sendiri serta beragamnya respon mereka dalam menanggapi isu yang bergulir.

Maka dari itu, adanya keputusan pembatalan haji selama pandemi seharusnya kita apresiasi. Sebab, menjaga keselamatan dan kesehataan merupakan bagian utama, bukan malah memperdebatkannya, apalagi hingga menyebarkan hoaks. Untuk itu, bentuk politisasi pembatalan haji, sudah seharusnya ditinggalkan.

Pros

  • +

Cons

  • -
Related posts
KolomNasihat

Cara Berpikir Kritis ala Ibnu Khaldun

Menjadi Muslim, bukan berarti pasif menerima kehendak ilahi, melainkan berada dalam keadaan kritis yang konstan. Berpikir kritis adalah bagian penting dari warisan…
Kolom

Covid-19, Kegentingan yang Semakin Nyata

Kasus positif Covid-19 di Indonesia kembali mencetak rekor tertinggi sejak pandemi karena pertama kalinya menembus angka 20.574 kasus perhari pada Kamis (24/6/2024)….
Dunia IslamKolomNasihat

Demokrasi Pancasila itu Islami

Demokrasi memang telah mengantarkan Dunia Barat mencapai kemajuan menuju kemakmuran bagi rakyatnya. Namun, bagaimanapun demokrasi sebagai sebuah sistem pembangunan negara belum mencapai…