Beberapa hari belakangan, jagad twitter diramaikan dengan video ceramah Yahya Waloni. Ustadz yang semula adalah seorang mualaf ini, kembali mendapat spotlight lantaran pernyataannya di satu mimbar ceramah. Konon, ia meminta kursi yang disediakan panitia untuk diganti karena bukan kursi Islam, sehingga panitia acara harus mengganti dengan kursi kayu yang ia anggap kursi Islam.
Memang, sebelumnya ceramah-ceramah Yahya Waloni penuh dengan ujaran kebencian dan kontroversial. Misalnya ia pernah viral lantaran dengan bangga bercerita di atas mimbar bahwa ia menabrak seekor anjing. Dalam tempurung kepalanya yang sempit, anjing adalah seekor hewan yang najis, dan tentunya kafir. Sebuah kesimpulan yang jauh dari kata intelek, bahkan relatif di bawah standar.
Yahya Waloni merupakan satu dari sekian contoh penceramah yang tidak meneladani dakwah dan ceramah nabi. Banyaknya kontek dan isi ceramah seperti Yahya Waloni merupakan bentuk dakwah yang seharusnya tidak sama sekali dianjurkan. Padahal, Nabi Muhammad SAW merupakan tokoh penerang yang membawa rahmat dan kasih sayang pada setiap isi dakwahnya.
Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya kerapkali menebar kebaikan, baik bagi kawan ataupun lawan. Selalu mengutamakan persatuan, daripada perpecahan. Selalu peduli dengan kaum lemah, fakir miskin, dan yatim piatu. Menjaga amanat dan menegakkan keadilan, serta mengedepankan kesantunan dalam bersikap dan bertutur kata. Dakwahnya selalu meneduhkan dan cara mengajaknnya penuh dengan kelembutan sekaligus keluhuran.
Hal tersebut, dikisahkan di salah satu sudut pasar kota Madinah, ada seorang pengemis buta yang selalu berseru untuk menjauhi Muhammad. Pengemis itu tak henti-hentinya mencaci dan memaki nabi. Sementara, hampir tiap hari, pengemis buta ini ditemani dan disuapi oleh seorang laki-laki, yang ternyata itu adalah nabi. Laki-laki tersebut menyuapi pengemis itu dengan penuh lemah lembut dan sabar, seraya mendengarkan hinaan dan cacian yang tak henti-hentinya. Akan tetapi nabi hanya diam saat teriakan dan makian itu keluar dari mulut pengemis, serata menyuapi sampai pengemis itu merasa kenyang.
Sampai pada suatu hari, si pengemis Yahudi buta tidak lagi ditemani lagi oleh orang yang biasa menyuapinya. Kemudian datanglah Sayidina Abu Bakar al-Shidiq, orang yang menggantikan nabi untuk membawakan makanan untuknya dan menyuapi pengemis itu. Sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Nabi.
Selang beberapa saat, seraya menyuapi pengemis buta, hati dan kepala Abu Bakar mendidih. Mendengar makian dan cacian yang dilontarkan pengemis itu kepada Nabi Muhamad SAW. Padahal, selama ini pengemis buta itu tidak sadar siapa sebenarnya yang menemani dan menyuapinya tiap hari.
Namun, ada sesuatu yang berbeda menurut pengemis itu. Tangan yang menyuapinya dirasa bukan tangan orang biasanya. Lalu Abu Bakar al-Shidiq mengatakan bahwa pemilik tangan yang biasanya menyuapinya bernama Muhammad SAW. Si pengemis buta tersentak kaget dan tersadar, betapa orang yang selama ini ia hina dan caci, justru memperlakukannya dengan sangat baik, lemah lembut, dan penuh kasih sayang.
Kisah ini adalah sepenggal kecil dari laku dakwah Baginda Nabi Muhammad saw. Tidak akan ada habisnya untuk menceritakan kembali kemuliaan dan keluhuran budi Nabi Muhammad SAW. Kini, setelah hampir lima belas abad Nabi Muhammad SAW meninggalkan kita, lantas akankah kita enggan meneladani setiap dakwah hidup nabi?
Padahal, dalam berdakwah, Rasulullah SAW mendahulukan prinsip kasih sayang, karena beliau diutus ke muka bumi ini sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan cara ini, dakwah lebih berjalan efektif. Terbukti mudah memberikan kesadaran umat. Sebab, sejatinya dakwah adalah menyeru dan mengajak umat manusia untuk menjadi lebih baik. Bukan menakut-nakuti dan menghardik. Bukan mencela bahkan menyudutkan agama lain.
Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. al-Nahl: 125).
Kiranya, ayat di atas merupakan dasar berdakwah dengan menggunakan hikmah dan kebijakan. Antara lisan dan perbuatan harus seirama dan tidak bertolak belakang. Islam tidak mengajarkan dakwah yang kasar. Karena justru akan bertolak belakang dengan tujuan dakwah. Lemah lembut merupakan salah satu akhlak yang diajarkan oleh Islam.
Karakter dan kepribadian Nabi Muhammad SAW tak diragukan lagi. Nabi merupakan sosok ideal yang menjadi panutan dalam menjaga lisan dan perbuatan. Tidak terkecuali dalam mensyiarkan kebenaran Islam. Dengan sikapnya yang ramah, lembut dan kasih sayang, Nabi mampu memikat orang orang di sekitarnya, baik kawan maupun lawan. Sejarah telah membuktikan kepada dunia betapa Rasulullah saw selalu berhasil menaklukkan lawan bicara dan akhirnya mereka tertarik serta masuk Islam dengan penuh kesadaran.
Dengan demikian, keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW dapat kita rasakan hingga hari ini, di mana Islam mampu menembus seluruh pelosok dunia. Keberhasilan dakwah Rasulullah dengan menggunakan akhlak yang mulia, bukan pemaksaan dan kekerasan. Dalam konteks sekarang, tantangan dakwah juga kian kompleks, sehingga para penggiat dakwah harus mampu beradaptasi dengan bebagai perubahan yang ada dan tetap meneladani dakwah nabi yang santun dan penuh kasih sayang, bukan mencaci atau bahkan memaki.