Kolom

Urgensi Moderasi di Tengah Globalisasi

3 Mins read

Di zaman modern seperti sekarang ini, globalisasi bukanlah istilah yang asing lagi bagi kita. Laksana sudah mendarah daging, setiap aktivitas, makanan, pakaian dan gaya hidup kita sudah terpengaruh oleh peradaban global. Malcom Waters, seorang Profesor Sosiologi dari Universitas Tasmania Australia, berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat pada hilangnya batas-batas geografis. Batas wilayah satu negara menjadi kurang penting dalam mempengaruhi keadaan sosial yang terjelma di dalam kesadaran orang.

Globalisasi memberikan dampak yang besar bagi umat manusia. Bagi kaum Muslim, globalisasi memudahkan kita untuk mempelajari Islam di mana saja dan kapan saja. Media untuk berdakwah tidak lagi susah. Bahkan semakin bertambah dengan berbagai macam kreasinya. Info-info terkini perkembangan Islam dapat kita akses di berbagai media. Selain itu, globalisasi juga mempermudah kita untuk beribadah, seperti berinfak dan bersedekah dengan cara online dan melaui fitur aplikasi.

Manfaatnya bisa ditujukan dan dirasakan oleh saudara kita yang berjauhan jarak. Bahkan bisa menjangkau lintas negara dan benua. Namun disisi lain, globalisasi juga kerap kali menimbulkan permasalahan baru yang mengharuskan kita pandai meninjau dan memfilter setiap perubahan yang ada. Dengan mudahnya akses informasi, dunia maya dan media sosial rentan berisikan ujaran kebencian dan hoaks.

Lebih ironis lagi, hal ini terkadang sengaja diproduksi dan didistribusikan. Tersebar di kalangan masyarakat luas. Dampaknya, terjadi mudah curiga dan mudah menyalahkan antar sesama anak bangsa, bahkan antar sesama warga dunia. Kenyataan ini sebagaimana terjadi di Timur Tengah. Hinga kini, perang dan konflik terus bergejolak.

Selain itu, tidak adanya batas-batas yang jelas membuat gerakan-gerakan radikalisme berkembang pesat. Konten-konten keagamaan memang mempermudah seorang untuk belajar dan memperdalam ketakwaan, namun bisa berakibat fatal bila suguhan kajiannya berisikan indoktrinasi. Mengukuhkan kebenaran tunggal pada pihak tertentu. Sehingga menyebabkan ceramah agama gagal menumbuhkan kearifan dan kesadaran terhadap perbedaan.

Sesungguhnya Islam adalah ajaran yang cinta damai. Dengan kondisi masyarakat di mana berbagai macam etnis, agama dan budaya hidup damai berdampingan dalam satu bangsa. Agama memang tidak dapat dipaksakan kepada orang lain. Tiap-tiap orang mempunyai hak untuk memilih agama sesuai dengan keyakinannya.

Dalam hal ini, Allah ta’ala berfirman: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 256).

Baik umat Islam maupun penganut agama lain harus berupaya memahami dan mengamalkan ajarannya masing-masing dalam bingkai merawat kemajemukan. Hal ini tidaklah berlebihan, mengingat setiap agama pasti mengajarkan nilai dan budi luhur. Oleh karenanya, hidup damai dan toleran sudah semestinya menjadi komitmen bersama. Dalam konteks ajaran Islam, toleransi antar agama juga telah ditegaskan dalam al-Qur’an “Untukmu agamamu, untukku agamaku.” (Q.S. al-Kafirun: 6).

Umat Islam harus berupaya mewujudkan ajaran-ajaran mulianya guna berlomba dalam kebaikan, menciptakan keadaban publik, serta mewujudkan kemaslahatan umat manusia. Hal ini bisa dimungkinkan jika sikap toleran dan moderat menjadi prinsip dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak aneh bila terdapat hadis shahih yang diriwatkan oleh Imam al-Bukhari (194-256 H) dalam kitab al-Adab al-Mufrad dan kitab Shahih al-Bukhari, Rasulullah saw menyatakan bahwa agama yang paling dicintai oleh Allah ta’ala adalah agama yang lurus dan moderat.

Allah ta’ala tidak menyatukan seluruh umat ini dalam satu model atau golongan karena masing golongan memiliki aturan dan jalan yang terang sendiri-sendiri. Mereka akan terus berlomba-lomba melakukan kebajikan dengan cara dan aturannya, hingga mereka kembali kepada-Nya. Allah swt, lalu akan memberitahukan hal-hal yang mereka persilihkan di dunia.

Kurang baik kiranya, jika perbedaan itu diributkan di dunia dengan saling mencaci, mengintimidasi atau bahkan membunuh, karena kelak Allah swt sendiri yang akan menerangkannya. Maka dari itu moderasi beragama dirasa perlu untuk mengatasi serta mencegah terjadinya hal-hal yang memicu perselisihan.

Islam selalu bersikap moderat dalam menyikapi persoalan. Prinsip moderasi ini menjadi karakteristik Islam dalam merespon segala persoalaan. Dalam konteks keseimbangan, Islam memiliki prinsip-prinsip moderasi dalam mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan persaudaraan. Rasulullah melarang umatnya untuk terlalu berlebihan, meski dalam menjalankan agama sekalipun. Beliau lebih senang jika hal itu dilakukan secara wajar tanpa adanya pemaksaan diri dari yang berlebihan.

Moderasi mengundang umat Islam untuk berinteraksi, berdialog dan terbuka dengan semua pihak (agama, budaya, dan peradaban), karena mereka tidak dapat menjadi saksi atau berlaku adil jika mereka tertutup atau menutup diri dari lingkungan dan perkembangan global.

Dengan memahami realita, memahami fikih prioritas, menghindari fanatisme berlebih, memahami teks-teks keagamaan secara komprehensif, open minded dalam menyikapi perbedaan dan permasalahan, serta berkomitmen pada kebenaran dan keadilan, moderasi Islam akan senantiasa hadir sebagai petunjuk.

Related posts
KolomNasihat

Cara Berpikir Kritis ala Ibnu Khaldun

Menjadi Muslim, bukan berarti pasif menerima kehendak ilahi, melainkan berada dalam keadaan kritis yang konstan. Berpikir kritis adalah bagian penting dari warisan…
Kolom

Covid-19, Kegentingan yang Semakin Nyata

Kasus positif Covid-19 di Indonesia kembali mencetak rekor tertinggi sejak pandemi karena pertama kalinya menembus angka 20.574 kasus perhari pada Kamis (24/6/2024)….
Dunia IslamKolomNasihat

Demokrasi Pancasila itu Islami

Demokrasi memang telah mengantarkan Dunia Barat mencapai kemajuan menuju kemakmuran bagi rakyatnya. Namun, bagaimanapun demokrasi sebagai sebuah sistem pembangunan negara belum mencapai…