Tulisan saya di Kadrun.id kemarin, (19/4/2024) tentang Ramadhan: Puasa Yes, Rebahan No ternyata mengundang banyak respons. Responsnya beragam, ada yang memuji, banyak pula yang tidak terima. Golongan kedua ini, yang sudah dapat kita tebak, siapa lagi jika bukan kaum rebahan itu sendiri. Saya sendiri, tentu paham dan merasakan betul, nikmatnya menjadi bagian dari kaum rebahan, tetapi percayalah itu hanya kenikmatan sementara. Kenikmatan yang sesungguhnya adalah tatkala kita berbuka dengan yang segar-segar dan manis setelah berjuang seharian dengan lapar dan haus. Dan pastinya, kenikmatan itu tidak akan kita rasakan, tanpa kita bergulat dengan syahwat rebahan. Dalam artian, kita lewati ibadah puasa dengan kegiatan-kegiatan yang lebih produktif dan bermanfa’at, bukan rebahan.
Lantas, apakah kita dapat menjustifikasi rebahan tidak berfaedah? Oh, jelas tidak. Pada dasarnya, jika kita menafsiri rebahan sebagai bentuk daripada istirahat, justru sangat bermanfa’at, sebagaimana Firman Allah SWT, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan, (QS. ar-Rum: 23). Namun, fakta yang terjadi, rebahan kerap kali dipraktikkan sebagai bentuk malas atau mager. Hal ini yang sebenarnya tidak dapat dibenarkan. Sebab, malas merupakan salah satu tindakan orang-orang yang merugi.
Menanggapi sedikit problematika demikian, ingin rasanya saya mengatakan, jika sebenarnya masih ada jalan lain untuk kaum rebahan bertahan dalam rebahannya. Dalam artian, tetap menjalankan aktivitasnya rebahan, tetapi dengan rebahan yang produktif. Yang demikian, tidak saja bermanfa’at untuk diri sendiri, bahkan bisa bermanfa’at untuk orang lain. Adapun langkah-langkahnya, sedikitnya ada tiga cara mengubah rebahan yang tak berfaedah menjadi rebahan yang bermafa’at.
Pertama, berdzikir. Dalam Islam kita mengenal istilah dzikir. Suatu kata kerja dalam mengingat Allah SWT yang dapat dilakukan tanpa harus kita mengeluarkan tenaga lebih, karena hanya menggunakan lisan dan bahkan hati. Banya lafadz-lafadz yang dijadikan rujukan berdzikir, seperti amaul husna Allah Swt. Allah SWT memiliki nama-nama yang baik dan indah yang disebut asmaul husna, Yang tatkala kita membacanya, berarti kita sedang berdzikir kepada Allah dan mengingat segala sifat dan keagungan-Nya.
Syekh Salih Al-Ja’fari berpendapat, “Orang yang berdoa dengan asmaul husna maka telah meminta kebaikan seluruhnya, dan membuat pencegahan di antara dirinya dan keburukan seluruhnya. Jadi apabila kita menyebut ar-Rahman, ar-Rahim, dan seterusnya maka kamu telah meminta rahmat, dan seterusnya.
Kedua, membaca. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa membaca dapat menstimulasi otak sehingga menurunkan tingkat risiko terkena penyakit Alzheimer dan Demensia, memperkuat kemampuan menganalisis, serta sebagai sarana mengurangi stres. Selain itu, kegiatan membaca tentunya akan membuka wawasan lebih luas terhadap dunia.
Kabar baiknya, membaca juga dapat dilakukan saat kita rebahan. Pilihlah waktu dan tempat yang kita suka. Selain buku, kita pun bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan searching dan menikmati bacaan-bacaan yang tersedia. Lebih afdolnya, tatkala bahan bacaan kita adalah al-Quran, Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-quran maka baginya mendapat satu kebaikan, dan satu kebaikan tersebut dilipat-gandakan menjadi sepuluh kalinya, (HR. Imam Tirmidzi).
Ketiga, menulis. Ditinjau dari berbagai sisi, menulis memang memiliki beragam faedah yang luar biasa. Selain menyehatkan mental, memperkuat kemampuan memori otak, dan merangsang saraf motorik untuk bekerja lebih baik, menulis juga salah satu ciri yang menandakan seseorang produktif dan aktif.
Menulis adalah kegiatan simpel yang dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun. Kita juga bisa mengatur jadwalnya sesuai keinginan. Akan tetapi, khusus kita yang tidak terbiasa menulis, mungkin akan mengalami sedikit kendala. Namun, itu bukanlah masalah besar. Sebagai langkah awal, kita bisa mulai dengan menuliskan sesuatu yang dikuasai. Semakin dekat dan erat dengan kehidupan pribadi dan kemampuan kita, maka akan semakin mudah.
Selain itu, menulis juga dapat menjadi oase terbukanya pengetahuan. Bahkan, bagi kita yang tertarik dengan tulisan nonfiksi, kita dapat mengabadikannya lewat sebuah buku ataupun menawarkan diri sebagai writer freelancer mengirimkan karya yang dibuat ke website-website, yang dari situ kita akan mendapatkan fee tulisan. Dari sini, rebahan kita tidak saja bermanfa’at bagi diri sendiri, tetapi juga orang-orang lain yang membaca hasil dari karya kita.
Pada dasarnya, di setiap kesulitan dan hambatan pasti ada jalan keluar, kata-kata itu yang selalu saya yakini dan dengar dari orang-orang bijak bestari. Begitu pun dalam persoalan rebahan, kita sadar betul rebahan salah satu kenikmatan. Namun, kenikmatan rebahan cukup disayangkan jika tidak debarengi dengan hal-hal yang bermanfa’at. Sebab, rebahan dapat menjerumuskan kita pada jurang kemalasan. Sedangkan malas merupakan kerugian. Oleh karena itu, mari mulai dari sekarang kita kemas kenikmatan rebahan dengan hal-hal yang produktif dan manfa’at, tidak saja untuk diri kita sendiri, tetapi juga orang lain.