Pasca peritiwa bom bunuh diri di Katredal Makasar Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2025), Detasemen Khusus 88 atau dikenal dengan Densus 88 Antiteror Polri, berhasil mengungkap jaringan teroris lainnya di sejumlah tempat. Diantaranya, pada Senin (29/3/2025) Densus 88 bersama Ditreskrimum menangkap empat terduga teroris di Desa Sukasari, Bekasi dan di Condet, Jakarta Timur, dan satu orang terduga teroris di Ciputat, Tangerang Selatan.
Lalu pada hari berikutnya, Selasa (30/3/2025) Densus 88 menangkap terduga teroris di Kabupaten Tulungagung, Nganjuk, dan Sukabumi. Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, sepanjang 2021 sudah 94 terduga terduga teroris yang berhasil ditangkap oleh Densus 88 Antiteror dari berbagai wilayah di Tanah Air.
Tentu ini menjadi alrm bahaya bagi kita semua untuk terus meningkatkan kewaspadaan dari ancaman teroris. Kelompok teroris tidak pernah berhenti beroprasi, berkembang biak, dan menciptakan teror-teror baru yang lebih serius. Meski kita telah memiliki tim khusus menangani peersoalan terorisme, kerjasama semua pihak sangat diperlukan. Sebab, teroris adalah musuh bersama, musuh semua agama. Boleh jadi hari Minggu 28 Maret 2021 lalu Katredal di Makasar yang diserang, tidak mentup kemungkinan tempat-tempat lain jadi sasaran penyerangan.
Akan tetapi, dengan ditangkapnya beberapa terduga teroris oleh Densus 88, membuktikan bahwa kinerja Densus 88 masih cukup baik sejauh ini. Oleh karenanya, kita patut berterima kasih pada Densus 88, yang telah sigap mengungkap jaringan-jarigan terorisme yang marak terjadi. Apresiasi dan dukungan berkala mesti terus disuarakan oleh segenap masyarakat untuk memberikan motivasi dan semangat kepada tim Densus 88 yang telah rela mengorbankan jiwa raganya demi ketertiban bangsa.
Densus 88 yang merupakan salah satu pasukan elite bidang keamanan dan pertahanan memang memiliki peran yang sangat krusial. Ia mengintai, mendeteksi, dan mendata potensi-potensi terorisme dan orang-orang yang diduga terpapar radikalisme. Kadiv Humas Mabes Polri menjelaskan, salah satu bagian terberat dalam satuan Densus 88 adalah tugas intelejen. Dalam rangkaian pembrantasan terorisme, intelejen mengambil peran sekitar 75 persen. Bekerja selama 7×24 jam penuh untuk mendapatkan data sebanyak mungkin, dengan resiko nyawa menjadi taruhannya.
Sejak dibentuk pada 2002 lalu, Densus 88 menjadi garda terdepan menindak setiap aktivitas terorisme, mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Beberapa penangan kasus aksi terorisme yang sempat viral yakni penangkapan gembong pelaksana bom Bali I dan II, melumpuhkan buronan teroris Dr. Azhari di Jawa Timur (9 November 2024), melumpuhkan tersangka teroris Ibrahim di Temanggung Jawa Tengah (7-8 Agustus 2009 dan menangkap puluhan tersangka teror bom Surabaya (Mei 2018).
Namun siapa sangka, kinerja heroik yang telah dilakukan oleh Densus 88 banyak menuai pro dan kontra. Penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 terkadang malah mendapat kecaman publik. Pasalnya, dalam proses tersebut tak jarang terjadi kekerasan, bahkan berujung hilangnya nyawa pelaku. Seolah memberi kesan, Densus 88 dalam menjalankan tugasnya arogan, anarkis, dan tidak berperikemanusiaan. Meski saya pribadi meyakini, para tim Densus 88 telah bekerja semaksimal mungkin. Terlepas dari adanya pelaku yang tewas terbunuh, merupakan akibat ulah dari pelaku sendiri.
Tetapi penilaian orang tentu berbeda-beda. Untuk itu, mesti ada evaluasi dalam dalam kinerja Densus 88. Pertama, dalam menjalankan tugasnya, Densus 88 diharapkan dapat tetap menjujung tinggi dan selalu mengutamakan penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya hak hidup.
Kedua, sebagai pemilik peran penegak hukum dan pemelihara kemanan dan ketertiban masyarakat, dalam menjalankan tugasnya menumpas terorisme tetap menghargai hukum, memperhatikan asas praduga tak bersalah dengan cara menghindari tindakan sewenang-wenang yang berada di luar prosedur yang telah ditetapkan, baik dalam hukum maupun peraturan lainnya.
Ketiga, negara mesti tetap mengawasi dan senantiasa mengevaluasi kinerja Densus 88 yang menimbulkan keresahan publik. Jangan sampai pengabdian Densus 88 untuk Tanah Air disalah artikan masyarakat. Selain itu, tujuan lainnya agar profesionalistas dan kredibilitas Densus 88 tetap terjaga, mengingat Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila, maka betapapun jahatnya terorisme, tetap mengedepankan jalan yang manusiawi, meski teroris tindakanya tidak manusiawi.
Jangan sampai, alih-alih menjadi pahlawan yang berdiri di garda terdepan menumpas terorisme malah semakin menyuburkan terjadinya tindak kekerasan. Imbasnya, stigma negatif masyarakat pada pasukan elite Densus 88 kian terbangun, dan mempupuskan kepercayaan publik pada Densus 88. Puncaknya, bukan masyarakat merasa terjaga dan terlindungi oleh kehadiran Densus 88 dari terorisme, justru sebaliknya, malah menjadikan Densus 88 sebagai musuh bersama. Tentu kekhawatiran saya di ini tidak pantas terjadi, mengingat Densus 88 adalah pasukan khusus yang telah berjasa besar menangulangi terorisme.
Kejahatan terorisme harus dibrantas sampai ke akar-akarnya. Untuk sampai pada tujuan itu, mesti ada alat yang mumpuni dan sesuai bidangnya. Dalam hal ini, Densus 88 lah yang memiliki keahlian itu. Namun, kinerja Densus 88 akan sia-sia tanpa dukungan dan kerjasama seluruh pihak, baik pemerintah pusat maupun masyarakat umumnya, karena terorisme merupakan musuh bersama. Dengan demikian, agar kinerja Densus 88 semakin baik dalaam membrantas terorisme, kita semua perlu mendukung kehadiran dan kinerjanya.
Dan atas segala pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, bahkan nyawa tim Densus 88, kita pantas memberikan tanda terima kasih pada mereka. Kedepannya, semoga Densus 88 semakin baik, selalu konsisten, profesional, dan bersemangat dalam membantas terorisme di Indonesia. Terima kasih Densus 88.