Kolom

Peran Perempuan Dalam Deradikalisasi

2 Mins read

Menjaga perdamaian dari segala ancaman radikalisme dan tindakan teororis adalah tanggungjawab semua pihak tanpa memandang agama, suku maupun jenis kelamin. Karenanya, langkah pencegahan harus diambil oleh semua pihak, tak terkecuali perempuan. Perempuan, memiliki peran penting dalam mencegah radikalisme dengan cara pandang dan pendekatan yang berbeda dibanding laki-laki.

Pelibatan perempuan menjadi hal penting dalam upaya deradikalisasi. Sebab, perempuan berperan besar dalam menggerakkan orang-orang terdekat terutama anggota keluarganya, khususnya bergabung dengan kelompok radikal.

Meskipun beberapa kesempatan peran perempuan selalu dibicarakan, salah satunya dalam Simposium Peran Perempuan dan Ulama Perempuan sebagai Pencipta dan Penggerak Perdamaian dalam Keluarga dan Masyarakat, yang digelar pada tahun 2017 lalu. Rumusan dalam simposium tersebut mencetuskan bahwa keterlibatan perempuan sangat penting sebagai bagian dari menjaga perdamaian.

Peran perempuan memiliki sumbangsih yang besar dalam isu radikalisme. Oleh karena itu, melibatkan perempuan dalam penanganannya juga tidak kalah penting. Karena, perempuan telah tercatat lama memberikan sumbangsih dalam upaya memperbaiki keadaan sosial masyarakat, terlebih kaumnya sendiri, yaitu perempuan.

Meminjam ungkapan Edit Schlaffer dan Ulrich Kropiunigg dalam dalam Mothers Against Terror yang dipublikasikan Journal of European Security and Defense Issues pada 2015 menjelaskan bahwa, perempuan (ibu) memiliki potensi yang besar dalam melawan radikalisme. Namun, mereka memerlukan dukungan khusus agar potensi itu jadi nyata.

Menurut Schlaffer dan Kropiunigg, posisi para ibu lebih penting daripada otoritas lokal. Sebab, ibu dapat memahami dan mengatasi gejala-gejala psikologis yang rawan diartikulasikan menjadi praktik-praktik kekerasan berbau agama, misalnya kemarahan, ketidakpercayaan diri, rasa ingin diperhatikan, hingga tidak adanya tujuan dalam hidup. Dengan kata lain, mereka bisa memasuki ruang-ruang yang berada di luar jangkauan pemerintah.

Keterlibatan perempuan dalam isu radikalisme dapat dilakukan dengan beberapa hal, diantaranya melalui organisasi perempuan, Fatayat NU dan Aisiyah misalnya. BNPT menggunakan pendekatan feminisme kultural dalam melibatkan perempuan pada serangkaian proses deradikalisasi. Program tersebut sebagai upaya untuk mengentaskan seseorang dari paham radikal atau dengan kata lain cara atau siasat tanpa menggunakan unsur kekerasan. Bahkan, tahapan dari deradikalisasi meliputi identifikasi, rehabilitasi, redukasi, resosialisasi dan monitoring serta evaluasi.

Di sisi lain, peran perempuan dalam keluarga dengan berbagai sifat keibuan yang dimilikinya. Sifat-sifat ini dinilai menjadikan perempuan dapat dengan mudah menyesuaikan diri, mempertimbangkan alternatif serta kemampuan mendeteksi kejadian-kejadian di sekitarnya. Oleh karena itu, dilihat dari sifat-sifat yang dimiliki ini, perempuan dilibatkan dalam proses mewujudkan masyarakat yang toleran. Perempuan didorong untuk ikut serta menjadi aktor utama dalam menyemai moderasi dalam lingkup keluarga.

Sifat keibuan yang dilekatkan pada perempuan secara sosiologis membuat perempuan memiliki kemampuan sosial yang barangkali tidak dimiliki oleh laki-laki. Kemampuan tersebut seperti sifat-sifat kognitif yang dimiliki perempuan saat mendeteksi perilaku menyimpang.

Pelibatan perempuan dalam deradikalisasi erat hubungannya dengan posisi perempuan yang dijadikan guru alami bagi keluarga dan juga anak-anak pada umumnya. Di mana dalam keluarga, perempuan harus memainkan peran vital dalam memengaruhi kebijakan yang ada. Karena pendidikan merupakan suatu proses transformasi intelektual dan juga pengetahuan. Termasuk di dalam pendidikan anak yaitu pendidikan karakter yang tidak terbatas dalam dunia formal tetapi juga informal dalam keluarga.

Dengan demikian, peran perempuan dalam deradikalisasi merupakah hal yang penting untuk memutus rantai radikalisme di Indonesia. Perempuan memiliki potensi besar menjadi juru damai. Salah satu indikatornya adalah “kepercayaan” Tuhan untuk menitipkan benih kehidupan kepada perempuan, bukan yang lain.

Related posts
KolomNasihat

Cara Berpikir Kritis ala Ibnu Khaldun

Menjadi Muslim, bukan berarti pasif menerima kehendak ilahi, melainkan berada dalam keadaan kritis yang konstan. Berpikir kritis adalah bagian penting dari warisan…
Kolom

Covid-19, Kegentingan yang Semakin Nyata

Kasus positif Covid-19 di Indonesia kembali mencetak rekor tertinggi sejak pandemi karena pertama kalinya menembus angka 20.574 kasus perhari pada Kamis (24/6/2024)….
Dunia IslamKolomNasihat

Demokrasi Pancasila itu Islami

Demokrasi memang telah mengantarkan Dunia Barat mencapai kemajuan menuju kemakmuran bagi rakyatnya. Namun, bagaimanapun demokrasi sebagai sebuah sistem pembangunan negara belum mencapai…