Berita

Presiden Jokowi is the New Bung Karno

3 Mins read
Foto: Bung Karno dan Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja melaksanakan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Selasa (23/02/21). Kunjungan ini dalam rangka meninjau proyek food estate (lumbung pangan) seluas 5000 hektare yang digagas oleh Kementerian Pertanian yang berada di Kabupaten Sumba Tengah. Selain itu juga untuk meresmikan Bendungan Napun Gete yang telah diselesaikan pembangunannya oleh Kementerian PUPR di Kabupaten Sikka, NTT.

Kehadiran Presiden Jokowi di NTT tersebut ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Pasalnya, warga secara spontan datang mengerubungi rombongan presiden, baik yang berada di Sumba Tengah maupun di Sikka. Mereka sangat antusias menyambut kedatangan presiden tersebut. Bahkan, mereka rela kehujanan dan basah kuyup hanya untuk sekadar menyapa dan melihat presiden secara langsung.

Sambutan yang luar biasa dari masyarakat NTT ini tentu mengingatkan saya kepada sosok Bung Karno. Betapa tidak. Bung Karno adalah salah satu sosok yang juga selalu mendapat sambutan luar biasa dalam setiap kunjungannya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini kita bisa lihat dari tiap kunjungan resmi Bung Karno yang selalu menarik perhatian masyarakat untuk memenuhi jalanan yang dilaluinya. Dengan kata lain, Bung Karno adalah magnet bagi siapapun orang yang berada di sekitarnya.

Dalam hal ini, kunjungan Presiden Jokowi yang disambut meriah oleh masyarakat NTT menunjukkan bahwa Presiden Jokowi memiliki kesamaan yang dekat dengan Bung Karno. Kesamaan seperti apa? Yaitu, sama-sama mendapat sambutan yang luar biasa dari rakyatnya. Di sisi lain, sambutan tersebut juga menegaskan bahwa, baik Presiden Jokowi dan Bung Karno adalah dua sosok presiden yang merakyat dan selalu dicintai oleh rakyatnya.

Selain itu, kehadiran Presiden Jokowi ke NTT ini juga menajamkan memori saya akan perjuangan Bung Karno pada masa pra-kemerdekaan. Saat Bung Karno menjalani masa pengasingan di Ende, NTT, tahun 1934-1938, spirit kebangsaan dan patriotismenya semakin menggelora. Konon, Eddi Elison dalam Membaca Soekarno dari Jarak Paling Dekat (2019), menyebut bahwa ide Pancasila lahir dari sini, yaitu di Pantai Teluk Numba, Ende.

Dalam konteks ini, upaya Presiden Jokowi yang tengah membangun bendungan dan food estate di NTT adalah salah satu implementasi Pancasila yang ide awalnya juga lahir dari bumi Komodo ini. Kalau Bung Karno menggagas ide-ide Pancasila dari NTT, maka Presiden Jokowi juga tengah mengimplementasikan Pancasila di NTT.

Namun, bukan karena ini saja. Upaya Presiden Jokowi dalam membangun banyak bendungan dan lumbung pangan di NTT ternyata sangat relevan dengan gagasan Bung Karno tentang membangun kemandirian ekonomi. Sebagaimana diketahui, dalam beberapa kesempatan Bung karno selalu menekankan akan pentingnya kemandirian ekonomi bagi bangsa ini. Melalui jargon Trisakti nya, Bung Karno mangajari kita untuk mandiri dan berdikari secara ekonomi salah satunya.

Dalam pandangan Bung Karno, kemandirian ekonomi adalah hal yang mutlak dimiliki bangsa Indonesia. Menurut Sigit Aris Prasetyo dalam Bung Karno dan Revolusi Mental (2017), kemandirian ekonomi bangsa adalah sebuah impian besar yang selalu dicita-citakan oleh Bung Karno. Bagi Bung Karno, kemandirian ekonomi bangsa bersifat mutlak, terutama jika bangsa Indonesia ingin menjadi negara besar. Lebih lanjut, Sigit menegaskan bahwa kemandirian hukumnya fardhu ain jika bangsa Indonesia ingin tampil sebagai mercusuar dunia dan disegani oleh bangsa-bangsa di dunia.

Salah satu cara mencapai kemandirian ekonomi bangsa menurut Bung Karno, yaitu dengan cara kerja, bekerja, dan terus bekerja. “Kalau bangsa Indonesia sendiri tidak menyelenggarakan, berikhtiar, membanting tulang, mengulurkan tenaganya, memeras keringatnya, bangsa Indonesia tidak bisa menjadi bangsa yang kuat” (Sigit, 2017: 99). Artinya, suatu bangsa yang ingin mencapai kemandirian ekonomi harus mencurahkan segala upaya, kemampuan, dan potensi yang dimilikinya secara totalitas agar tercapai tujuannya.

Dalam konteks ini, langkah Presiden Jokowi yang tengah membangun bendungan dan food estate adalah salah satu upaya untuk mencapai kemandirian ekonomi, khususnya di wilayah NTT. Dengan kata lain, langkah Presiden Jokowi tersebut adalah bentuk kerja nyata dan upaya serius dari pemerintah untuk menjadikan bangsa ini menjadi lebih mandiri dan kuat, seperti halnya yang dikehendaki Bung Karno.

Karena itu, tidak berlebihan jika saya menyebut Presiden Jokowi is the new Bung Karno. Berdasarkan uraian-urain di atas, setidaknya ada tiga alasan yang bisa disebutkan. Pertama, baik Bung Karno maupun Presiden Jokowi selalu mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat dalam tiap kunjungan resminya. Hal ini juga menegaskan bahwa keduanya adalah sosok presiden yang sangat dicintai rakyatnya.

Kedua, Bung Karno menggali ide Pancasila dimulai dari Ende, NTT, sementara Presiden Jokowi tengah mengimplementasikan Pancasila. Dengan gencarnya pembangunan di NTT, Presiden Jokowi secara ekplisit ingin menujukkan bahwa Pancasila adalah untuk semua rakyat Indonesia. Pembangunan tidak lagi berorientasi pada Jawa sentris saja, tetapi lebih mengedepankan Indonesia sentris.

Ketiga, kesamaan visi dari Presiden Jokowi dan Bung Karno untuk mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa. Inilah poin pentingnya. Bahwa baik Bung Karno maupun Presiden Jokowi adalah dua presiden yang menjadikan kemandirian ekonomi sebagai tujuan yang ingin dicapai. Bahwa kemandirian ekonomi bisa dicapai hanya melalui kerja keras dan kerja nyata. Dan bahwa kemandirian ekonomi adalah kunci utama menjadi bangsa yang besar dan kuat.

Atas dasar itu semua, sekali lagi, saya ingin mengatakan bahwa Presiden Jokowi is the new Bung Karno. Langkah dan kebijakan yang telah diambil Presiden Jokowi telah membuktikan hal tersebut. Lanjutkan Pak Presiden!

Related posts
BeritaKolomNasihat

Zuhairi Misrawi, Santri Par-Excellence yang Cocok Menjadi Dubes Arab Saudi

“Jika Mekkah menjadi kota suci kaum Muslimin karena terdapat Ka’bah yang merupakan kiblat shalat, Madinah juga menjadi kota suci kedua kaum Muslimin karena terdapat Masjid Nabi yang merupakan simbol kebangkitan Islam,” begitu tulis Kiai Zuhairi Misrawi—atau lebih akrab disapa Gus Mis—dalam bukunya, Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad SAW. (2009). Belakangan ini, tersiar kabar santer bahwa Gus Mis ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Arab Saudi.
Berita

Terorisme Di Tengah Pandemi

Mewabahnya pandemi Covid-19 yang melanda dunia ternyata tidak menjadi ancaman bagi sekelompok teroris. Bahkan, aksi teror yang dilakukan ini terus menunjukkan eskalasinya….
Berita

Jual Senjata Ke Separatis, Bentuk Pengkhianatan Pada Negara

Papua kembali bergejolak, hal itu tampak dari penugasan beberapa resimen langsung ke daerah konflik. Namun, kali ini konflik bersenjata tersebut tersebut menguak fakta baru, dimana sebagian senjata yang digunakan merupakan hasil penjualan senjata ilegal, sehingga pelaku patut disebut sebagai penghianat bangsa dan negara.