Kolom

Meneladani Perjuangan Bung Karno Lewat Menulis

2 Mins read

Setiap kali membicarakan Bung Karno, tidak pernah ada habisnya saya takjub pada sosoknya. Baik itu dalam perjuangan, maupun pengabdiannya pada masyarakat dan bangsa. Sangat sulit menemukan kembali sosok sepadan dengannya. Sebagai pemimpin bangsa, saya belum menemukan tandingan sepadan. Dalam hal perjuangan, misalnya, kita tidak menemukan pemimpin-pemimpin bangsa sesudahnya yang meniti karir dalam perjuangan dengan tulisan dan kata-kata. Banyak yang piawai dalam hal bersilat lidah, tetapi dalam hal menulis sampai per-detik ini belum ada lawan. Di tangannya, kata-kata dijelma menjadi senjata yang menakutkan dan juga mematikan lawan.

Seperti bukan rahasia umum, Bung Karno adalah seorang kutu buku. Diceritakan Inggit Ganarsih dalam “Soekarno: Kuantar ke Gerbang” (2014) karya K.H Ramadhan, Sukarno seperti seorang yang kelaparan saat membaca. Di samping itu pula, membaca dan menulis ibarat urat nadi dan nafas hidup Bung Karno. Membaca dan menulis bagi ia tidak ubahnya kebutuhan pokok, seperti makan dan minum dalam kehidupan sehari-hari. karena itu, tidak mengherankan jika sudah ratusan tulisan lahir daripada gejolak pemikiran Bung Karno.

Dikisahkan, pada 2 Desember 1930 silam di Bandung. Sebuah sejarah Indonesia ditorehkan saat itu. Tepatnya di gedung Den Landraad Te Bandoeng atau Pengadilan Negeri Bandung. Landraad adalah salah satu pengadilan tingkat pertama di wilayah Hindia-Belanda selain Districtgerecht, Regentschapsgerecht, Rechtbank van Omgang, Raad van Justitie, dan Hooggerechtshof. Di gedung Pengadilan Negeri Bandung itulah, Bung Karno menggemparkan jagat Hindia Belanda dengan membacakan tulisan pembelaannya terhadap pemerintahan Belanda atau yang dikenal dengan pledoi “Indonesia Menggugat”. Dengan tulisan buah hasil tangan dan pikirannya, Belanda kocar-kacir.

Bung Karno bukan tipe pejuang dalam jalan perang. Bagi ia berjuang tanpa kekerasan adalah jalan terbaik dalam meraih kemerdekaan, seperti dengan gagasan cemerlang dan brilian dalam bentuk tulisan. Ketekunannya dalam ilmu pengetahuan dan membaca menjadikannya semangat menggali dan melahirkan konsep pembangunan bangsa. Konsep itu disuarakan melalui tulisan sebagai senjata melawan penindasan tiada tara.

Menyaksikan perjalanan dan perjuangan Bung Karno untuk bangsa dengan tanpa kekerasan, mestinya harus dapat menjadi teladan, khususnya bagi pemimpin kita. Bukan tanpa alasan, sepeninggal Bung Karno kita sulit menemukan pemimpin yang dapat diteladani dalam hal ini. Gus Dur menjadi satu-satunya, yang menurut saya hampir menyamai Bung Karno dalam keproduktivitasannya menulis. Namun, Gus Dur pun sudah tiada dan kita masih belum menemukan regenarasi sekaliber Bung Karno dan Gus Dur.

Tak sekadar membaca, Bung Karno memiliki prinsip bahwa ilmu dari bacaannya harus diamalkan demi kepentingan orang banyak. Dia mempercayai bahwa membaca buku demi menggali imu pengetahuan sebagai pembakar semangat dalam membangun negara yang revolusioner. Kepekaan Bung Karno terhadap polemik sosial-politik negeri selalu diabadikan dalam tulisan. Hasilnya, Bung Karno benar-benar memahami secara otodidak baik itu isu ideologi, politik, sosial, ekonomi, agama, hukum, maupun kebangsaan. Bahkan, di tangannya tiga konsep besar, yakni nasionalisme, Islamisme, dan komunisme dapat diejawantahkan menjadi satu konsep besar. Yang darinya lahir dasar falsafah dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila.

Perjuangan dan dedikasi Bung Karno kepada bangsa sangat besar dan adiluhung. Tulisan-tulisannya yang kuat, membela ketertindasan, dan melawan segala bentuk penindasan harus tetap dilestarikan. Bung Karno sudah lama tiada, tetapi bukan pula kita harus meniadakannya. Sebaliknya, ia harus tetapi abadi menjadi teladan para pemimpin bangsa.

Related posts
Dunia IslamKolomNasihat

Proses Pengharman Minuman Keras dalam Al-Quran

Larangan minum Khamr atau minumam keras merupakan aturan makan minum yang paling terkenal dalam Islam. Sebagian besar Muslim, sangat aware dengan makanan…
Kolom

Penggiat Khilafah Adalah Penghancur Bangsa

Pasca-pembubaran HTI pada Tahun 2017 lalu, penggiat khilafah masih getol mengampanyekan sistem politik khilafahnya. Fakta itu bisa kita perhatikan ketika melihat hashtag…
Kolom

Kampanye Basi Pengusung Khilafah

Walaupun sudah dibubarkan pemerintah, kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) nampaknya belumlah berakhir. Pasalnya penyebaran ideologi dan penyebaran paham sistem khilafah kian terang-terang dengan menggunakan media sosial sebagai motor penggerak.