BeritaDunia Islam

Arabisasi Vaksin Menghambat Vaksinasi

2 Mins read

Setelah persoalan ditetapkannya vaksin halal oleh MUI usia, kini menjalar pada Arabisasi vaksin. Sebagaimana yang trending di Twitter #tolakdivaksinsinovac merupakan respons dari salah satu ceramah Ustadz Abdul Somad yang menyatakan bahwa ia bersedia divaksin dengan berpatokan pada Arab Saudi dan Mesir di kanal Carlos Daulay (21/11/2024). Sekarang ini Arab Saudi memang sudah menggelar vaksinasi vaksin Covid-19 dari Pfizer-BioNTech. Itu sebabnya, hambatan lain bukan hanya sebatas pada vaksinasi, melainkan pada merk vaksin. Problem vaksinasi sekarang menjadi pelik akibat Arabisasi yang tak berkesudahan.

Demam Arabisasi kini bukan hanya dalam beragama, melainkan sudah menjalar pada vaksin yang menghambat masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam untuk bersedia divaksinasi. Wabah pandemi yang mestinya segera ditangkal agar tidak menyebar dan menguatkan imun tubuh, tetapi entah mengapa masyarakat masih menyudutkan vaksin dengan pelbagai alibi.

Padahal, Sinovac yang konon dipersoalkan, memiliki efikasi 65,3 persen berdasarkan uji klinis fase 3 di Bandung dan didukung data dari Turki dan Brasil. Data tersebut dapat diartikan, harapan vaksin Sinovac dalam menurunkan infeksi virus Covid-19 hingga 65,3 persen telah memenuhi persyaratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mesti mencapai standarisasi efikasi vaksin minimal 50 persen.

Namun oleh kelompok tertentu, Sinovac yang merupakan vaksin Covid-19 milik perusahaan China Sinovac Biotech, Coronavac, mungkinkah menjadi sentimen yang seharusnya tidak tepat untuk dipermasalahkan dalam situasi genting. Selain efikasi yang dinilai rendah, respons media sosial ataupun realitas menunjukkan vaksin produk berlabel China masih membuntuti pengelakan untuk vaksinasi.

Kalaupun ada pertimbangan dalam melakukan vaksinasi, maka yang dilihat aman dan fungsinya. Selagi vaksin tersebut memang jauh dari efek samping selain yang terjadi pada umumnya dan anggap ringan. Tentu lebih baik agar vaksinasi daripada tidak sama sekali. Melalui kanal Sekretariat Presiden, Joko Widodo mengatakan, dari 182 juta orang atau 67-70 persen populasi penduduk Indonesia mesti mendapatkan vaksin supaya didapatkannya kekebalan komunal atau hard immunity (18/12/20).

Untuk menciptakan kekebalan komunal, isu Arabisasi vaksin tidak patut dibiarkan. Menurut Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam buku Islamku, Islam Anda, Islam Kita (2006), sikap demikian tidak lain adalah kompensasi dari rasa kurang percaya diri terhadap kemampuan bertahan dalam menghadapi “kemajuan Barat”. Seakan-akan Islam tersudutkan dari peradaban Barat yang sekuler. Jika tidak berpatokan pada Arab Saudi dan Mesir misalnya, maka dirasa kurang mantap atau kurang percaya diri dalam mengambil sikap.

Ironisnya, yang berkata demikian merupakan publik figur yang memiliki banyak jemaah. Saya melihat dari respons warganet media sosial, mereka cukup banyak yang antusias membenarkan ceramah tersebut. Pernyataan ini mesti diluruskan, atau ada klarifikasi agar vaksinasi tetap berjalan dengan baik. Sebab penyelenggaraan vaksinasi ini merupakan kemaslahatan bersama, ratusan juta nyawa dipertaruhkan.

Terkait vaksin apapun yang digunakan, baik PT. Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer, Inc and BioNTech, dan Sinova Biotech Ltd. Juru Bicara Vaksinasi dan Perwakilan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dr. Siti Nadia Tarmizi meminta masyarakat agar tidak pilih-pilih jenis merk vaksin setelah didistribusikan nanti. Sebab semua vaksin telah terjamin oleh pemerintah dari keamanan dan manfaatnya (16/12).

Demikian upaya pemerintah dalam menangani wabah Covid-19 mestinya diapresiasi. Vaksinasi merupakan langkah awal dan signifikan dalam mengentaskan pandemi ini. Masyarakat diharapkan dapat kooperatif dan bersinergi dalam memusnahkan wabah dengan melakukan vaksinasi apapun mereknya. Sebab, produk vaksin yang telah disediakan pemerintah telah sungguh-sungguh diupayakan memberi keamanan dan fungsi yang terjamin.

Negara kita adalah negara Indonesia. Pemerintah memiliki kebijakan sendiri dalam melindungi warga negaranya dengan segenap tenaga ahli kesehatan kerjasama, baik dalam negeri maupun luar negeri dan sebagainya. Karena itu, jangan terkecoh dengan Arabisasi vaksin, sebab mereka pun tidak memproduksi vaksin sendiri, melainkan mengambil dari beberapa negara luar. Yang memberi vaksinasi adalah pemerintah negara kita sendiri, bukan negeri seberang. Demam Arabisasi mesti dikendalikan, jangan sampai menghambat vaksinasi, apalagi menjadikannya sebagai patokan vaksinasi tanpa alasan yang etis dan ilmiah.

Related posts
BeritaKolom

Edukasi Komunikasi Netizen Indonesia

Hasil laporan tahunan Microsoft tengah menampar netizen Indonesia. Pasalnya, netizen Indonesia dinilai paling tidak sopan se-Asia Tenggara oleh Microsoft dalam laporan yang…
Dunia IslamKolomNasihat

Rasulullah SAW, Teladan dalam Keluarga

Di samping kesibukan Rasulullah SAW dalam mengajarkan umatnya tentang Iman, Islam, dan Ihsan, beliau merupakan seorang teladan dalam keluarga. Sebab tidak hanya…
BeritaKolomNasihat

Wali Kota Bukittingi Gagal Paham Agama dan Negara

Erman Safar, seorang pejabat negara berkedudukan sebagai Wali Kota Bukittinggi baru-baru ini ramai menjadi perbincangan di dunia jaringan maya. Ia mengusulkan satu…