Ceramah Sekjen HRS center, Haikal Hassan di pemakaman Laskar Front Pembela Islam (FPI) korban penembakan di Tol berbuntut panjang. Kini, ia dipolisikan karena ucapannya yang menceritakan mimpi bertemu Nabi SAW. Tidak hanya bercerita tentang para anggota Laskar FPI yang didatangi Nabi dalam mimpi, secara lantang ia bersumpah bahwa mereka yang mati, gembira bersama Nabi dan mati syahid.
Mengherankan. Bagaimana bisa ia nekat mengatasnamakan Nabi hanya demi membela kepentingannya dan kelompoknya. Saat mendengar pernyataan, saya mimpi bertemu Nabi saja sudah timbul tanda tanya besar di benak saya. Apalagi, saat ceramahnya mulai berat sebelah, berisi dukungan dan pembelaan terhadap para anggota Laskar FPI yang mati usai baku tembak dengan polisi. Membuat saya tertegun dan mengucapkan istigfar berkali-kali.
Tidakkah ia tahu bahwa yang berhak memutuskan status manusia yang telah meninggal hanyalah Allah semata? Apakah ia merasa dirinya benar dan besar, sehingga merasa berhak mengambil alih hak prerogatif Tuhan. Atau barangkali, ia salah memahami hadis tetang mimpi bertemu Nabi SAW.
Rasulullah SAW bersabda, barang siapa melihatku dalam mimpi, maka ia melihatku dalam keadaan sadar [HR Bukhari dan Muslim]. Sebelum mengobral mimpi bertemu Nabi dengan cara berdalil menggunakan hadis ini. Harus terlebih dahulu dipahami, bahwa dalam memahami hadis, dibutuhkan cara yang selektif, kritis, dan tidak setengah-setengah.
Dari sejumlah redaksi hadis tentang mimpi bertemu Nabi SAW tersebut, yang paling bisa dipahami kerancuannya adalah redaksi hadis yang berbunyi, barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka seolah-olah ia melihatku saat terjaga. Kiai Ali Mustafa Yaqub mengatakan, konteks hadis ini terjadi pada masa sahabat, saat mereka masih bisa melihat Nabi sehari-hari. Jika salah satu dari mereka bermimpi berjumpa dengan Nabi, tentu saja seolah ia bertemu sebagaimana keadaan sehari-hari bersama Nabi SAW.
Secara faktual, pemahaman hadis ini tidak sejalan dengan klaim sejumlah orang saat ini, karena selain Nabi SAW telah wafat, umat Islam sekarang juga belum pernah melihat Nabi SAW secara langsung. Menurut Kiai Ali, jika Nabi SAW bisa dilihat bahkan hidup kembali saat ini, mengapa Nabi tidak langsung turun menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di muka bumi?
Pemahaman hadis ini disampaikan agar seorang Muslim berhati-hati dari maraknya pengakuan diri yang bermimpi bertemu Nabi. Tentang mimpi, sebetulnya adalah ranah pribadi yang tidak pantas untuk diumbar dan dipamerkan bahkan ditujukan demi kepentingan, apalagi mimpi tentang Nabi Muhammad SAW. Sebab jika ia berdusta, maka tidak hanya menimbulkan riya, tetapi juga berat akibat yang menimpanya.
Kalau dianalogikan dengan ilmu hadis, rawi (periwayat hadis) yang berbohong terkena jarh (ditolak dan dilemahkan hadis yang diriwayatkannya) dari para ulama, maka Haikal Hassan yang gemar berbohong sudah tentu tidak diterima pernyataannya, apalagi terkait mimpi bertemu Nabi SAW. Sebab dalam akun twitternya, ia kerap menyebarkan berita hoaks dan ujaran kebencian demi kepentingan golongannya. Salah satunya terkait peristiwa di pemakaman Mbah Moen pada 2019 lalu.
Padahal, dalam ajaran Islam, perilaku tercela dilarang, bahkan dapat berimbas pada keimanan, termasuk berdusta. Ajaran Islam secara tegas mengategorikan dusta sebagai dosa besar. Dalam al-Kabair, Imam al-Dzahabi berkata, “berdusta atas nama Nabi SAW adalah bentuk kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa siapa saja yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti ia melakukan kekufuran.”
Kita tahu, bahwa setiap kata-kata yang keluar dari lisan, bak anak panah, yang tidak dapat kembali lagi. Sekali kita berbohong, fatal akibatnya. Bukan hanya tidak dipercaya lagi oleh orang lain, berdusta juga mengantarkan kita ke jurang kekufuran. Barangkali itu sebabnya Nabi SAW menganjurkan umat Islam untuk berkata baik atau diam. Atau secara sederhana dikatakan, diam itu emas.
Bahaya berdusta atas nama Nabi SAW juga tercantum dalam hadis shahih berbunyi, barangsiapa berdusta atas diriku secara sengaja, hendaklah ia bersiap-siap menempati tempatnya di neraka [HR Muslim].
Maka dari itu, menyandarkan kebohongan kepada Nabi Muhammad SAW akan berbalas neraka. Ancaman ini disampaikan kepada umat Islam agar selalu menjaga lisan. Jangan sampai kita berkata kebohongan yang disandarkan kepada Nabi SAW, termasuk mengaku-ngaku kepada khalayak telah bertemu Nabi dalam mimpi agar dapat diakui.
Dengan demikian, Haikal Hassan seharusnya hati-hati dalam bertutur kata, apalagi pengakuannya tentang mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Jika mau mendukung dan membela kelompoknya, jangan bawa-bawa nama Nabi. Selain dapat menyesatkan pandangan publik, juga dapat merusak citra ulama yang selama ini ia jaga.[]