Pada 2017, publik dihebohkan dengan kaburnya Muhammad Rizieq Syihab alias MRS ke Arab Saudi. Pasalnya, pada saat itu ia telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pornografi dan penghinaan Pancasila. Pasca kasusnya dihentikan, ia pun kembali ke Tanah Air. Namun, setelah kepulangannya, MRS kembali terjerat kasus hukum, dan ia telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Setelah hampir sebulan kabur-kaburan dari aparat penegak hukum, MRS kini resmi menjadi tersangka. Dengan begitu, kepolisian akan mengupayakan melakukan penjemputan paksa MRS guna mempertanggungjawabkan semua tindakannya. Sebagaimana dikatakan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes, Yusri Yunus bahwa “Polri dalam hal ini akan menggunakan kewenangan upaya paksa yang dimiliki Polri sesuai aturan perundangan”, Kamis (10/12/2024). Upaya paksa ini, dilakukan dengan 2 cara, yaitu pemanggilan dan penangkapan.
Sejauh ini, MRS sudah dua kali diminta kedatangannya oleh kepolisian untuk dimintai klarifikasi. Sayangnya, dua kali pemanggilan, tetapi tak kunjung dihiraukan. Pihak MRS selalu saja menghindar. Kemudian melalui pengacaranya, mereka selalu berdalih jika selama ini MRS masih dalam masa pemulihan kesehatan.
Hal ini tentunnya tidak dapat dipercaya. Sebab, alasan ketidakhadirannya tidak dapat dibuktikan dengan surat pernyataan dokter. Dimintai rekam medis Swab test pun, sangat sulit. Bahkan, lebih mencurigakannya lagi, ia malah kabur dari RS Ummi, tempat ia dirawat. Lalu, ketika diketahui keberadaan dari dugaan tempat persembunyiaannya, ia lagi-lagi di duga hendak melarikan diri. Puncak dari kabur-kaburannya ini, mengakibatkan terjadinya aksi tembak-tembakan di Tol Cikampek yang menewaskan 6 laskar FPI karena terlibat aksi penyerangan kepada polisi, demi melindungi MRS.
Ironis, MRS yang selalu meneriakkan akhlak, ternyata tidak mencerminkan ucapannya sendiri. Lagi-lagi, revolusi akhlak yang digaungkan hanya sekadar ucapan, bukan perilaku nyata. Selama ini gemar melanggar aturan hukum, tetapi lari jika di proses hukum.
MRS yang tidak pernah menunjukkan itikad baiknya dalam mengikuti proses hukum, dan FPI yang selama ini melindungi MRS, dengan cara menghalang-halangi polisi yang sedang melakukan penyidikan. Tentunya, ini merupakan sebuah kejahatan. Jika, pihaknya memang tidak bersalah, lantas apa salahnya jika datang dan memberikan keterangan, bukan malah kabur-kaburan.
Maka dari itu, apabila saat ini MRS berstatus tersangka, ini bukan karena kriminalisasi, diskriminasi, atau bahkan ketidakadilan terhadap MRS seperti narasi yang dibangun oleh Aziz Yanuar selaku Wasekum FPI. Saya ingatkan lagi, seharusnya MRS memiliki keberanian dalam mengikuti proses hukum. Jangan hanya teriak-teriak meminta keadilan dalam penegakan hukum, tetapi sering melanggar aturan hukum, dan tidak berani mempertanggungjawabkannya.
Selama MRS berlari-lari ke sana kemari, penyidikan pun tetap berjalan. Ada atau tanpa MRS, penyidik pun menjalankan tugasnya dengan mencari bukti lain, seperti keterangan saksi dan petunjuk yang dapat dijadikan bukti apakah ada unsur pidana di dalamnya. Pada akhirnya, kasus kerumunan Petamburan pun terbukti memenuhi unsur pidana, seperti yang disampaikan oleh pihak kepolisian, Yusri Yunus bahwa “yang pertama (tersangka) sebagai penyelenggara saudara MRS sendiri dipersangkakan di pasal 160 dan 216”, Kamis (10/12/2024).
Dalam hal ini, seharusnya jelas bahwa ini merupakan proses hukum. Siapapun itu, jika memang diduga melakukan tindak pidana, harus di proses hukum, tanpa terkecuali. Tidak ada urusannya dengan label MRS yang seorang ulama, atau habib. Sebab, selama ini kepolisian mewakili negara menjalankan tugasnya dalam penegakkan hukum. Siapapun yang melindungi dan menyembunyikan MRS yang saat ini menjadi tersangka, tentunya itu dapat dipidanakan. Padahal, jika MRS memilih untuk mendatangi kepolisian dan melakukan klarifikasi, keadaannya tidak akan serumit ini.
Dengan demikian, kasus MRS yang tak kunjung usai, dan hanya menambah rentetan kejadian yang memprihatinkan, sebaiknya segera diselesaikan. Polisi bukan hanya sekadar memberikan peringatan, tetapi segera lakukan penjemputan paksa yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Jangan sampai MRS kabur lagi, dan kembali menjadi buron di negerinya sendiri, serta melakukan tindakan yang semakin meresahkan bangsa ini.