Dunia IslamKolom

MRS, Mana Akhlakmu?

2 Mins read

Setelah beberapa kali dikabarkan akan kembali ke Tanah Air, pemimpin organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Syihab akhirnya tiba pada Selasa, 10 November 2024 lalu. Namun anehnya, setelah kembali dari ‘pelarian’ di Arab Saudi selama 3,5 tahun karena terjerat kasus pornografi dan pelecehan Pancasila, MRS masih saja terus-menerus berulah.

Sebelum kepergiannya ke Tanah Dua Masjid Suci, MRS menjadi dalang dari berbagai aksi massa dan para simpatisan FPI. Aksi-aksi tersebut tidak hanya mengancam kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memicu konflik antarumat beragama di Tanah Air. Salah satunya adalah aksi penyegelan rumah ibadah dan pembubaran paksa ritual ibadah agama lain.

Tepatnya pada tahun 2010, massa FPI beserta sejumlah ormas Islam lain, termasuk Forum Umat Islam (FUI) melakukan penyegelan tempat ibadah umat Kristiani. Tak cukup menyegel tempat ibadah, dua tahun setelahnya, puluhan orang berjubah putih dengan label FPI menghadang jemaat yang tetap melaksanakan peribadatan di pelataran gereja di Kawasan Tambun, Bekasi. Bahkan, dikabarkan oleh media CNN Indonesia, para jemaat harus menerima lemparan telur busuk hingga air comberan dalam perjalanannya menuju gereja.

Kegiatan utama mereka, sweeping (penertiban) terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap maksiat atau bertentangan dengan syariat Islam, khususnya pada bulan Ramadhan, malah kerap kali melahirkan tindak kekerasan. Sampai saat ini, mereka masih gencar melangsungkan sweeping, salah satunya terhadap atribut Natal di berbagai Mall.

Tak dapat dipungkiri, mereka termasuk dalam tipe fundamentalisme kontemporer, yang dimaknai oleh Azyumardi Azra sebagai kelompok yang cenderung menolak sekularisme sekaligus memiliki keinginan untuk menjadikan syariat Islam sebagai aturan hukum bernegara. Parahnya, fundamentalisme ini akan diiringi radikalisme dan kekerasan tatkala kebebasan untuk ‘kembali pada agama’ dihalangi oleh situasi sosial politik yang mengelilingi masyarakat.

Menurut mereka, hanya ada dua pilihan dalam kehidupan di dunia ini, menjadi pelayan Tuhan atau pelayan setan. Memandang dunia hitam-putih. Mereka menganggap teks suci tidak akan pernah salah, termasuk penafsiran mereka. Maksudnya, hanya penafsiran kelompok mereka yang benar, sedangkan penafsiran yang lain salah. Mereka juga cenderung reaktif serta tak segan melalui jalan kekerasan demi tercapainya tujuan.

Untuk menguatkan pandangan ini, kita dapat melihat bersama pernyataan dan ketentuan yang dijadikan pedoman oleh para aktivis FPI, termasuk hal-hal yang dibisingkan MRS dalam setiap dakwahnya. Praktik di lapangan memperlihatkan, mereka gemar melakukan aksi kekerasan, intimidasi, ancaman, teror, sweeping, dan seterusnya.

Secara faktual, prinsip ajaran Islam tentang keadilan, kasih sayang, dan kemaslahatan tidak dipraktikkannya. Sebaliknya, mereka gemar mengeksploitasi kelompok lain. Sebagaimana aksi pemerasan terhadap pengusaha tempat hiburan dengan cara penggerebekan atas nama memberantas kemaksiatan (al-Zastrouw Ng: 2006).

Ironisnya, di samping memengaruhi perilaku pengikutnya, MRS sering kali membuat fitnah dan pernyataan serta aksi yang memecah belah kerukunan umat beragama. Mulai dari gagasan revolusi akhlak, ajakan untuk melakukan makar, menjatuhkan pemerintah yang sah, hasutan untuk membunuh dan memenggal orang yang melahirkan propaganda, berupa seruan adzan yang mengajak pengikutnya untuk melakukan jihad angkat senjata, hingga massa yang mendemo rumah ibunda Menko Polhukam (Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan) yang disertai dengan lontaran kata-kata bernada intimidasi.

Tidak mengherankan saat Rizieq Syihab kembali mangkir dari panggilan polisi untuk kedua kalinya. Bermacam alasan dikemukakan, yaitu karena padatnya kegiatan atau masih dalam masa pemulihan, tetapi tidak pernah menyerahkan bukti akurat. Nampaknya, bukan karena takut dijatuhi hukuman, ketidakhadirannya lebih disebabkan rasa percaya diri yang kelebihan dosis.

Perkataan dan tingkah laku MRS di ruang publik mengajak kita untuk mencermati secara kritis, bahwa baginya, Islam hanya berfungsi sebagai alat legitimasi gerakan politik dan kekerasan. Sebab pada hakikatnya, berbagai aksi FPI sama sekali tidak menunjukkan spirit keagamaan. Malah, isu playing victim (bermain korban) berjubah kriminalisasi ulama kini dibisingkan agar menjadi asumsi publik dan pastinya, menjadi senjata andalan untuk membela pemimpinnya.

Dengan demikian, akar persoalan dari ragam aksi dan polusi akhlak FPI di ruang publik disebabkan dan dipengaruhi oleh akhlak pemimpinnya atau yang sering disebut-sebut sebagai Imam Besarnya. Lantas, jalan keluar dari kebuntuan ini hanya dapat dilakukan jika pemimpinnya mempraktikkan dan menampilkan akhlak al-karimah kepada masyarakat, termasuk para pengikutnya.[]

Related posts
Kolom

Vaksinasi Lintas Agama, Memperkuat Persatuan Bangsa

Masjid Istiqlal menjadi tempat untuk melakukan vaksinasi para pemuka agama. Kegiatan tersebut dilaksanakan bukan hanya kepada yang beragama Muslim saja, tetapi untuk semua agama. Aktivitas yang melibatkan tokoh lintas agama ini menjadi salah satu alat untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Pasti, nantinya hal tersebut akan menambah kerukunan warga antar agama. Sebab, para pemuka agama memiliki peran sentral demi meyakinkan masyarakat untuk membuktikan keamanan vaksin, sehingga program vaksinasi dapat berjalan dengan lancar.
Kolom

Indonesia Sehat Tanpa Hoaks

Angka penyebaran berita bohong atau hoaks masih terus tumbuh dengan pesatnya. Hoaks telah banyak menguasai media-media sosial, meracuni akal sehat pikiran manusia…
BeritaKolom

Edukasi Komunikasi Netizen Indonesia

Hasil laporan tahunan Microsoft tengah menampar netizen Indonesia. Pasalnya, netizen Indonesia dinilai paling tidak sopan se-Asia Tenggara oleh Microsoft dalam laporan yang…