Massa mendatangi rumah ibunda Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md di Pamekasan, Madura, pada Selasa (1/1/2025) lalu. Tidak cukup ramai-ramai datang ke kediamannya, massa juga melontarkan kata-kata bernada intimidasi sekaligus mendorong-dorong pagar rumah hingga membuat ibunda Mahfudz, Khadijah, ketakutan.
Alasan tak masuk akal yang memicu massa membenarkan aksinya adalah pernyataan Menko Polhukam terkait kasus Rizieq Syihab. Mereka menuntut agar Mahfud tidak memenjarakan Rizieq Syihab. Padahal, Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara bar bar. Oleh karenanya, tindakan anarkis tersebut tidak dibenarkan.
Menanggapi kejadian tersebut, Mahfud MD angkat bicara melalui akun Twitternya @mohmahfudmd, “kali ini mereka mengganggu ibu saya, bukan mengganggu Menko Polhukam”. Selanjutnya ia mengatakan, dirinya selalu berusaha untuk menghindar mengambil tindakan terhadap orang-orang yang menyerangnya. Hal ini dilakukan demi mencegah anggapan publik yang mengatakannya sebagai pejabat publik yang egois dan sewenang-wenang. Namun, karena massa tersebut telah mengganggu ibunya, maka ia tak segan mengambil tindakan.
Sejalan dengan pernyataan Mahfud MD, Islam mengajarkan umatnya untuk menghormati dan memuliakan ibu, bukan mendemonya. Apalagi dibarengi dengan kata-kata bernada intimidasi yang sudah pasti tidak sesuai dengan akhlak yang diajarkan Nabi SAW kepada umatnya. Tercantum dalam sebuah hadis shahih berikut.
Suatu waktu, datang seseorang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?” Nabi SAW menjawab, ibumu! Dan orang itu kembali bertanya, “kemudian siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, ibumu! Orang itu bertanya kembali, “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab, ibumu. Orang itu bertanya lagi, “kemudian siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, kemudian ayahmu [HR Bukhari].
Hadis ini menggambarkan bagaimana kedudukan ibu begitu mulia dari seorang ayah. Bukan bermaksud merendahkan posisi ayah dalam keluarga, tetapi peran ibu yang sangat besar dalam membesarkan, mendidik, dan merawat anaknya dengan seluruh jiwa dan raga yang membuatnya sedemikian dihormati.
Tiga kali Nabi berpesan kepada umat untuk berbuat baik kepada ibu, tetapi mengapa orang-orang berpakaian Muslim itu justru ramai-ramai mendemo seorang ibu? Jika mengingat kembali pesan Nabi SAW agar kita selalu berprasangka baik kepada orang lain, termasuk kepada sesama Muslim, maka bisa jadi hati nurani mereka tertidur tatkala aksi demo tersebut dilakukan.
Maka dari itu, tidak cukup melihat agama hanya dari tampilan luarnya saja, tanpa melihat substansinya, yaitu perilaku-perilaku yang merupakan implementasi isi hati. Bahkan, Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman perilaku masyarakat, juga menekankan pentingnya adab, baik terhadap sesama maupun terhadap orang yang lebih tua. Hal ini dapat kita jumpai pada sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Lantas, beginikah praktik revolusi akhlak yang dibisingkan mereka sejak kedatangan Imam Besarnya? Setelah sebelumnya menyebarkan kebencian dan melegalkan kekerasan hingga mengubah lafadz adzan dari hayya ‘alaa al-shalah menjadi hayya ‘ala al-jihad. Kini, rumah ibunda Mahfud MD pun tak luput dari kepungan massa. Yang menjadi pertanyaan, apakah mereka termasuk orang-orang yang ma’shum, sehingga mereka bebas melakukan apa saja?[]