Beredar pemberitaan kelompok simpatisan FPI kembali berulah bringas dengan mengepung rumah ibunda Mahfud MD di Pamekasan, Madura (1/12). Konon, mereka juga sempat mengancam akan membakar rumah Mahfud MD apabila Rizieq Syihab dijebloskan ke penjara. Kiranya perilaku ormas seperti ini, bukan saja membahayakan diri seorang yang bertentangan, tetapi melibatkan anggota keluarga dan seluruh masyarakat dapat terkena dampak buruknya, sehingga berpotensi pada kerusakan NKRI. Sebab peristiwa tersebut, FPI tidak bisa dibiarkan bertindak bebas. Perlu ada yang timbal balik secara tegas agar mereka jera dan sadar atas perbuatannya yang kerap serampangan.
Ironis, pengepungan ibunda Mahfud MD yang berusia 90 tahun dan beberapa anggota keluarga di dalam rumahnya oleh ormas anarkis tidak bisa menjadi persoalan enteng. Pasalnya, ormas anarkis ini bernyali melibatkan keluarga yang bertentangan. Padahal, baik dari pihak ibu Mahfud MD maupun keluarga yang tinggal di rumah tersebut, tidak mengetahui secara persis persoalan apa yang tengah terjadi. Penggerudukan dan ancaman yang dilakukan simpatisan langka estetika ini, mesti mendapat perhatian khusus dari pelbagai pihak, karena pengikut mereka sangat militan hatta dapat berbuat apa saja dan berusaha keras demi kepentingan kelompoknya.
Sebenarnya apa yang terjadi dalam keberagamaan kita, mungkinkah kita mendukung kekerasan atas nama agama yang Islam sendiri atau agama mana pun tak membenarkan perkara ini? Autokritis umat Islam perlu ditingkatkan dengan menilik kembali hati nurani yang dititipkan pada manusia untuk melihat kebenaran yang mencerahkan. Menurut Asghar Ali Engineer (2004) ungkapan ‘segala usaha keras’ tidak berarti kekerasan disahkan, melainkan usaha sangat keras yang digambarkan ‘jihadan kabiran’ yaitu serius berusaha menebarkan pesan-pesan kebenaran.
Dalam al-Quran surat Al-Furqan ayat 52 yang memerintahkan soal jihadan kabiran (jihad yang besar), tidak secara rinci menunjukan kekerasan, baik dari sisi diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, bila ada ormas anarkis yang melakukan kekerasan. Padahal, nash sendiri tidak memerintahkan jihad secara langsung tertuju bermakna peperangan (kekerasan). Maka dari itu, yang salah dan dan bisa disalahkan adalah oknum yang menyimpang. Akan tetapi, jangan aneh ketika mereka menyangkal bahwa perbuatannya salah. Sebab orang-orang seperti mereka tidak pernah mau disalahkan, terlebih meminta maaf kendati telah jelas perbuatannya keliru.
Kekerasan yang mengatasnamakan agama dalam buku Islam Agama Untuk Manusia (2020) terdengar senada dengan membajak nama Tuhan untuk tujuan rendah, sesat dan komunal. Meski yang mereka serukan adalah demi kesejahteraan umat Islam, menjaga ulama, berakidah dengan lurus, tetapi aktivitas yang ditunjukkan justru berbalik, maka agenda sebenarnya perlu dipertanyakan. Apabila yang dituju adalah kekuasaan atau partai politik, maka tidak ada bedanya dengan para politisi yang bersaing demi kekuasan, yaitu mereka yang mensukseskan segala cara demi cita-citanya terwujud, termasuk kekerasan.
Negara tidak boleh kalah dengan ormas anarkistis yang relatif pengikutnya minoritas. Bagaimana pun sedikit ancaman dan kekerasan yang mereka lakukan tetap berbahaya, karena menimbulkan kekhawatiran pada masyarakat yang lemah. Ketika masyarakat sudah tak berdaya, sementara pihak pemerintahan tidak tegas merespons, secara perlahan ideologi dan kedaulatan Indonesia dapat tergantikan. Demikian kegagalan besar bangsa adalah runtuhnya pertahanan NKRI, yang merupakan hasil perjuangan pahlawan dari penjajah yang tetesan darah dan daya pikirnya tak ternilai dengan harga.
Adanya kelompok anarkistis tentu menjadi ancaman sendiri bagi demokrasi NKRI. Sebab dalam demokrasi membutuhkan egalitarianisme, kebersamaan, keberagamaan, dan tidak ada pihak yang merasa superioritas. Oleh karena itu, otoritas pemerintah perlu dimanfaatkan dengan baik agar tanpa ragu membubarkan kelompok anarkistis ini. Masyarakat hendaknya sepakat dan memberi dukungan serta saling berbagi solusi untuk mengentaskan problem yang dihadirkan ormas-ormas seperti ini.
Dukungan masyarakat menjadi penting untuk menentukan, bahwa kehadiran kelompok anarkistik tidak dibutuhkan, apalagi bermimpi menjadi pemimpin bangsa Indonesia. Itu sebabnya, toleransi menjadi jalan damai bagi bangsa-negara untuk menempuh Indonesia yang lebih baik. Saling menghargai dan bersiap hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda dengan kita tanpa tindak kekerasan, serta tidak mengklaim diri sendiri paling benar dengan memarginalkan lain pihak.