Rizieq, Kita Sama di Mata Hukum dan Tuhan

0
674
WhatsApp
Twitter

Selama tiga tahun tujuh bulan Rizieq Syihab berada di Arab Saudi, untuk menghilangkan rasa malunya atas kasus yang terjadi. 10 November lalu, Ia pulang dengan gagah bak orang yang tidak mempunyai dosa dan dielu-elukan seperti pahlawan, oleh masa dan Front Pembela Islam (FPI).

Bagi simpatisan Rizieq Syihab, selama di Arab Saudi justru menambah cemerlang ketokohannya dan diangap sebagai tokoh baru yang memiliki magnet yang kuat dalam kancah poltik Indonesia. Tak ayal puluhan ribu orang berduyun-duyun datang dari berbagai daerah untuk menyambut kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut, di Bandara Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Sejak awal kemunculan Rizieq Syihab dan Ormas FPI dalam panggung politik Indonesia, Rizieq memang penuh kontroversi dan sejumlah masalah hukum yang belum terselesaikan hingga saat ini. Rizieq dianggap sebagai orang yang kebal hukum, akibatnya tagar Indonesia terserah dan pemerintah takut FPI mengema dijagat dunia maya. Berawal pada kepulangan Rizieq Syihab dan acara pernikahan anaknya tagar ini menjadi trending nomor satu di Twetter, akibat menyalahi aturan protokol kesehatan.

Padahal, sejak pandemi covid-19 Maret lalu, Pemerintah Pusat dan daerah menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) di berbagai daerah termasuk Jakarta, yang terkonfirmasi sebagai provinsi yang memiliki kasus terbanyak dan menjadi acuan penanganan Covid-19 di Indonesia. Hal ini, mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, UU ini mengatur semua element masyarakat mematuhinya dengan cara memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan mengunakan sabun secara rutin saat melakukan kegiatan diluar rumah, keruman warga dan lainnya.

Dalam acara penyambutan dan pernikahan tersebut saja, sudah menyalahi aturan apalagi berbicara mengunakan masker dan menjaga jarak. Anies Baswedan selaku Gubernur Jakarta menambahkan jika melarang UU Nomor 6 Tahun 2018 tersebut, akan ditambahkan dengan sanksi tidur dalam peti mati yang telah disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta, dan telah terapkan dalam beberapa kasus yang terjadi selama ini.

Namun, aturan tersebut tidak berlaku pada Rizieq Syihab, apalagi Anies Baswedan berhutang budi kepada Rizieq Syihab dalam memenagkan Anies pada pilkada DKI sebelumnya. Tentunya cincai-cincaian akan dilakukan oleh Anies Baswedan dalam menangapi kerumanan masa Rizieq tersebut. Belakangan negara dan pemerintah nampaknya tak berdaya mengahadapi pelangaran yang terjadi di depan mata kita.

Banyak sekali pelanggaran keruman masa di Indonesia namun dapat diselesaikan dengan baik, seperti contoh yang dialami oleh Wasmad Edi Susilo, Wakil Ketua DPRD kota tegal, Jawa Tengah yang mengundang kerumunan massa dengan mengadakan acara konser dangdut saat pernikahan anaknya dengan jumlah perserta yang tidak mencapai ribuan orang. Hal ini, sangat kontras apabila dibandingkan dengan acara penyambutan dan pernikahan anak Rizieq Syihab, yang seolah-olah dibiarkan serta lepas tangan dari pemerintah.

Selain itu, Rizieq Syihab mendapatkan kekhususan tersendiri, sehingga mendapatkan bantuan 20 ribu-an masker dan juga hand sanitizer dari Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala BNPB Doni Monardo. Entah apa maksudnya, mengingat kebutuhan masker dan hand sanitizer sangat menjadi prioritas utama di beberapa rumah sakit, nampaknya Doni Monardo lebih memilih memainkan peran, dengan mementingkan kelompok Rizieq Syihab dibandingkan rumah sakit.

Faktanya, Rizieq Syihab didewakan oleh beberapa orang dengan memainkan peran masing-masing serta menghilangkan stigma bahwa Rizieq bersih dari kesalahan dan hukum, sehingga asas persamaan di hadapan hukum (Equality before the law) tak berlaku pada ormas FPI dan tuannya seperti Rizieq Syihab. Selain itu, titel atau gelar ‘habib’ yang disandangkan pada Rizieq Syihab merupakan senjata yang paling bagus untuk mengultimatum, bahwa keturunan Nabi tidak boleh disalahkan dan dianggap selalu benar.

Namun, dari Abu hurairah Abdurrahman bin Sakhrin berkata Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya Allah tidak memandang jasad kalian dan bentuk kalian, akan tetapi Allah memandang ke hati dan amalan-amalan kalian’ (HR Muslim). Hadis ini menjabarkan, bahwa Allah SWT tidak menilai orang dalam bentuk jasad, jabatan, keturunan, dan bentuk lainnya, namun Allah memandang hati atau perilaku dan amal-amalan yang baik, dalam artian lebih luas.

Melihat pelangaran yang dilakukan oleh Rizieq Syihab akhir-akhir ini, merupakan kemunduran dalam keadilan hukum di Indonesia, yang mana semestinya Rizieq Syihab diberikan sanksi kerena telah melangar hukum serta peraturan karantina covid-19. Tidak perlu terlalu jauh kembali ke belakang dalam menilai Rizieq Syihab, apalagi menggali kasus yang telah lama mangkrak dan belum menemui titik terang hingga saat ini. Hendaknya, pemerintah dan lembaga terkait serius dalam memberikan contoh yang baik bagi masyarakat tentang pelaksanan peraturan dan memberikan sanksi sesuai dengan kapasitas , sehingga tidak ada cerita pemerintah hanya tutup mata dan telinga terhadap Rizieq Syihab.

Akibat dari acara yang diselengarakan oleh Rizieq Syihab, beberapa Kepala Kepolisan Daerah (Kapolda) seperti Kapolda Metro Jaya (DKI Jakarta) dan Kapolda Jawa Barat (Jabar) akhirnya dirumahkan alias dipecat oleh Kapolri Jendral Idham Aziz, akibat membiarkan kerumanan masa dan memberikan izin kepada Rizieq Syihab. Hal ini, merupakan langkah tepat dalam menegakan hak dan hukum. Dengan demikian, antara kita dan Rizieq Syihab sama dimata hukum serta tidak ada perbedaan, jika salah maka harus dihukum sesuai peraturan yang telah ditetapkan.