Tersesat Menuju Hatimu

0
72
WhatsApp
Twitter

رَبّ فَانْفَعْنَا بِبَرْگتِهِمْ ۰۞۰ وَاهْدِنَااْلحُسْنَی بِحُرْمَتِهِمْ

Kali ini juga, saat kekacauan
dan kekhawatiran melanda semua manusia,
mereka kembali kepada kenangan
tentang kehidupan Rasulullah SAW

_ SIBEL ERASLAN, Novelis TURKI

Pra-Kondisi

Secangkir kopi panas dan malam yang dingin berkolaborasi, membentuk jiwa manusia jadi hangat, nyaman dan ngeri. Begitu juga muda-mudi yang kongkow di café dan cangkruk di warung-warung kopi di penjuru negeri. Semangat milenial nasionalis yang membara, masa-masa menikmati pernak-pernik dunia. Tentunya mencintai bangsa dan negaranya, Indonesia. Hubbul wathon minal iman gaess. Mantap!

Dalam secangkir kopi adalah sebuah cerita, ada transendensi. Terlintas sebuah kisah barisan Malaikat melantunkan nama besarmu dengan penuh hormat, Mawlidur Rasul SAW yang penuh berkah, indah dan bahagia. Bersukacitalah wahai semesta! Rabi’ul Awwal telah tiba di hati kita.

Jauh sebelum Kanjeng Nabi diutus, dunia bagaikan bangkai dalam pelukan berhala, mayat beku di kaki patung, dahi-dahi yang tunduk di tanah di hadapan berhala Latta, ‘Uzza dan Manat. Manusianya tidak berakhlak, tidak bersemangat, tidak punya komitmen. Nalar dan akal sehat telah terkubur jauh di bawah puing-puing kebodohan. Kalbu juga tertutup, tersumpal taklid buta.

Lalu, Allah Ta’ala menghendaki kebaikan untuk alam semesta, sebagai anugerah, karunia dan kemurahan hati dari Nya, sehingga Dia mengutus kekasih-Nya. Muhammad Sang Nabi namanya. Kanjeng Nabi Muhammad Saw adalah sebuah kabar bahagia yang sangat agung. Dibangkitkan untuk mengembalikan segala sesuatunya kepada asalnya, seluruh masalah kepada hakikatnya dan semua berita ke sumbernya.

Beliau memenuhi hati manusia dengan cahaya, akal manusia dengan hikmah, jiwa manusia dengan iman, alam semesta dengan keadilan, marcapada dengan kasih sayang, waktu demi waktu dengan keselamatan dan malam-malam dengan kerinduan dan rasa aman. Sebagaimana bayi mungil dipelukan mamanya.

Kanjeng Nabi Muhammad SAW melepaskan belenggu yang memasung, mengikat beban-beban pikiran, fisik dan jiwa manusia sepanjang sejarah yakni kebengisam Jahiliah. Untuk menghancurkan belenggu-belenggu itu, Kanjeng Nabi Muhammad saw memberikan kemerdekaan berpikir kepada manusia dan mengeluarkan pusaka-pusaka akal setelah terpendam di dalam rawa-rawa syahwat. Karena itu, Sayyidina Ali Karomallahu Wajhah berkata dengan lantang:,” bahwa tujuan diutusnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW yakni membukakan pusaka-pusaka akal yang terbenam pada setiap manusia”.

Selama akal manusia dibelenggu oleh syahwat, pikirannya ditawan oleh hawa nafsu, dan berhala dirinya serta pelita pikirannya redup tertutup oleh tabir-tabir siluman, dan penyembahan berhala egoisme. Maka pikiran dan ilmunya takkan memiliki nyala yang kuat sehingga tak bisa melepaskan belenggu-belenggu yang memasung manusia.

Meluruskan kesesatan pikiran dan kegelapan ruhaniah yang dinikmati tanpa sadar. Wujud Kanjeng Nabi Muhammad Saw adalah the destroy of darkness.

Mengikuti Jejak Mu

Filsuf Jerman bernama Dilthey, pernah berucap bahwa kehidupan adalah sebuah cerita, membangun Zusammenhang des lebens. Membentuk kembali cerita, kisah dan narasi besar Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam sosoknya yang penuh kebaikan, kemuliaan, kesucian, keteladanan, kepahlawanan dan kedermawanan. Hadir di bumi manusia sebagai rahmat. Untuk apa? Untuk merangkai kembali ‘amal-amal kepalsuan’ dan jalan sesat kehidupan kita yang centang perenang. Hidup kita yang tersesat entah kemana, terlempar tanpa tujuan. Ampunnn!

Sejak bergerak pertama kali dalam panggung sejarah, Muhammad Sang Nabi menggerahkan segenap kekuatan, dari harta, cinta dan nama. Diback up Sayyidah Khadijah Al-Kubra, istri tercintanya, kompas psikologinya. Harta bendanya habis untuk membantu manusia yang tertindas dan tertawan oleh sistem jahat jahiliah. Sebuah perbudakan purba tanpa mengenal belas kasihan, no mercy. Sang Nabi menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik yaitu ketakwaan, saling hormat-menghormati manusia, tak perlu menumpahkan darah dan air mata yang sia-sia.

Putra sayyid Abdullah Ibn Abdul Muthalib ini lahir tak hanya sebagai manusia yang datang ke dunia. Berpijak ke bumi beserta keluarganya, sahabatnya yang datang setiap pagi, siang dan malam. Tetapi beliau adalah kekuatan alam yang bangkit bersaksi untuk menaklukan ruang dan waktu, menghajar berhala cinta dunia. Singkatnya, Sang Nabi datang untuk kembali membentuk manusia menuju kehidupan yang baik nan mulia. Mengembalikan ruh manusia pada garis edarnya, Allah Ta’ala.

Sampai kapan pun, sejarah kehidupan Sang Nabi selalu diliputi kemuliaan dan akan senantiasa demikian. Bukan hanya bagi zamannya, tetapi bagi seluruh era dan generasi yang memperoleh bintang petunjuk dan cahaya dari kisah, cerita kehidupannya yang penuh warna-warni berkah di bumi dan di langit. Kenang-kenanglah duhai manusia, sebuah cerita, kisah, dan sabda-sabdanya agar manusia menjalani laku hidup yang baik, ramah dan keren di abad 21, juga abad-abad setelahnya:

“Ketahuilah oleh kamu sekalian, bahwa setiap Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain. Dan semua kaum Muslimin itu adalah bersaudara. Tidak mezaliminya dan tidak mengecewakannya (membiarkannya menderita) dan tidak merusak kehormatan dan nama baiknya.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada Tali (Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah Ta’ala mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkanmu dari padanya. Demikian Allah Ta’ala menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat pentunjuk.”

Setelah menyampaikan sabda suci, Kanjeng Nabi Muhammad Saw menyapu semua manusia yang hadir dengan kedua matanya yang tajam. Hari yang agung itu kini jadi sejarah, dan sudah berlalu berabad-abad lamanya. Selama Allah Ta’ala mengizinkan bumi manusia ini tetap kokoh dan tegak di tempatnya. Dan selama itu, selama era masa kini dan masa depan masih ada, hati manusia dan zeitgeist (spirit zamannya Hegel) dipastikan terpikat dengan Sang Nabi, selamanya; datuknya Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain.

Empat Masalah Dunia

Dunia saat itu penuh dengan kegersangan ilmu, moralitas dan nilai-nila etika. Tapi memuncak secara sains teknologi. Kehidupan terbelit dengan kemiskinan, wabah, perang dan kemelaratan. Kelaparan mengejar-ngejar perut layaknya penagih hutang yang kejam. Kepapaan bersemayam dalam setiap rumah seperti diamnya pikiran dalam sanubari. Mereka memakan bangkai, memasak kulit-kulit binatang, menyeruput tulang-belulang dan menjilati pohon-pohon. Sebuah era jahiliah baru tanpa empati, dipenuhi perang besar di bumi para nabi, saat ini.

Di samping kekeringan, perang, wabah dan kenestapaan tersebut, banyak tubuh-tubuh kumal, rambut acak-acakan, muka-muka penuh debu, kuku-kuku menghitam, baju-baju kotor, bulu-bulu tidak terawat, bau-bau menjengkelkan, pergaulan yang buruk, tata krama yang kasar, tingkah laku yang dekil, dan watak-watak yang lemah tak berdaya. Lalu cahaya berkilauan itu merekah dan sinar sang fajar nan terang itu berpijar, itulah senyum dan akhlak Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Seakan-akan raga alam semesta, dari ujung kepala hingga ujung jari kaki, dialiri air sejuk yang menyegarkannya kembali. Berkat risalah-Nya, sabda-sabdanya merayap kembali di dalam raga alam yang sudah lunglai seperti merayapnya kesembuhan di dalam penyakit, luka terkena wabah. Air di batang pohon, embun di kelopak bunga-bunga pagi. Nalar tersadar, jiwa berbinar, gelap gulita zaman menyingkir dan memudar ketakutan di hadapan Sang Nabi.

Kebahagiaan setiap manusia menjadi sempurna pada malam lahirnya Kenabian putra Sayyidah Aminah. Pada pesta raya sabda-sabda mulia, di festival hidayah agung yang penuh berkah. Maka, segala puja-puji hanyalah bagi Allah Ta’ala dan shalawat salam kepada Nabi Muhammad Saw.

Di antara kebahagiaan itu adalah menghadirkan Nabi Muhammad Saw dalam keseharian hidup kita. Dengan namanya sebaik akhir kata. Semua rindu hanya untuknya sebaik manusia, dan teladan suci sepanjang hari. Biarkan burung gagak menyambar kita, dan untuk setiap hentakannya, kita ucapkan namamu yang indah, Sang Raja segala masa.

Menemui kembali Rasulullah Saw yang penuh kasih adalah sebuah kewajiban bro. Amal-amal kita sudah tidak mampu menyelamatkan kita. Shalat kita sudah hancur karena pamer dan riya’. Zakat dan sedekah kita musnah karena lidah kita yang menyakiti hamba-hamba-Nya. Tinggal satu harapan kita. Marilah kita datangi Sang Musthafa, Rasulullah Saw.

Kita bersimpuh di kakinya. Memang, kita malu menemuinya. Kita telah mengakui sebagai umatnya, tetapi hidup kita bergelimang lumpur dosa. Mari kita mohon maaf kepadanya, karena kita sudah menodai rumahnya dengan kotoran kedurhakaan kita. Kepadanyalah ingin kita gantungkan harapan terakhir. Nikmatnya senyummu Sang Nabi, yang masih mengumandangkan kata ummati …ummati …ummati!

Ya Wajihan ‘indallah, Isya’lanaa ‘Indallah

Sujud adalah gambaran kita untuk merendahkan diri yang serendah-rendahnya agar kita dekat dengan Allah Ta’ala. Ketika bersujud, diri kita menempatkan kepala yang menjadi lambang kesombongan, takabbur, pada tempat yang serendah-rendahnya. Merebahkan kepala kita di atas tanah, yang dari situ kita diciptakan ke dalam tanah pula kita dikembalikan.

Selama kita masih membangun tembok kesombohan dan kemalasan, kita takkan bisa mendekati-Nya. Kenang, kenanglah, sabda Nabi Muhammad Saw,“ Tidak akan pernah bisa masuk syurga orang yang memiliki perasaan takkabur di dalam hatinya walaupun sebesar debu saja.”

Besok kita kenang Hari Sumpah Pemuda yang menyejarah bagi semua anak bangsa yang pernah ditindas kezaliman penjajah dan penjarah kekayaan bangsa. Kita adalah pemuda di era digital yang memukau mata. Anak muda, muda-mudi libatkanlah dirimu dalam kelelahan dan kepenatan. Carilah keletihan, jangan engkau biasakan dirimu bersantai-santai, bermalas-malasan. Ketahuilah, orang yang berjuang di jalan Allah itu selalu sibuk dengan kemusykilan dan kesulitan sosial.

Apakah karena kesibukan ibadah lainnya menjadi hilang? Kanjeng Nabi Muhammad Saw selalu disibukkan oleh masalah-masalah sosial kemasyarakatan (di siang hari). Akankah kita lupakan jejak langkahnya, panutan kita?

Apakah di waktu malamnya beliau tidur nyenyak sampai pagi? Tidak! Sekali-kali tidak. Beliau tidak beristirahat kecuali sebentar. Maka, sekali lagi fa’idza faraghta fanshab berarti libatkanlah dirimu dalam kelelahan-kelelahan beramal shaleh untuk Allah Ta’ala. Jangan bermalas-malasan di era medsos, sebab itulah musuh manusia sepanjang sejarah, musuh pemuda, milenial nasional di era kekinian. Jadikan diri sendiri sebagai duplikat-duplikat kenabian di bumi pertiwi.

Khatimah

Akhirnya, yuk senantiasa kita selami syair-syair Sang sufi, Jalaluddin Rumi yang mengenang cintanya, kerinduannya dan dambaannya di akhir hingga akhir masa:

Malam telah berlalu, tetapi yang kami kisahkan masih saja belum berakhir,
Malam dan kegelapan dunia ini pasti akan berlalu,
Tetapi cahaya dari kata-kata bersinar
lebih terang setiap saat.
Demikian juga malam kehidupan Nabi,
Ia akan segera berlalu,
Tetapi cahaya kata-kata mereka masih belum berhenti,
Dan sepertinya, cahaya kata-kata itu
tidak akan pernah berhenti bersinar.

Semoga cahaya berkah Kanjeng Nabi Muhammad SAW,

senantiasa bersinar dalam diri-diri kita.

Sepanjang sejarah, kaum Muslimin di lintas benua, khususnya bangsa Indonesia memasukan kerinduan kepada Sang Nabi dengan mengubah berbagai macam shalawat baik di media sosial dan dalam peringatan Maulid. Pada gubahan itu, bukan saja setiap Muslim bermohon agar kesejahteraan dilimpahkan kepada Rasulullah Saw. Mereka juga menggambarkannya dengan sifat-sifat mulia Sang Nabi. Puisi keren pujangga Islam bernama Sa’di adalah contoh yang luar biasa.

Kemuliaannya telah mencapai kesempurnaan
Keindahannya telah menipiskan kegelapan
Indah nian semua perilakunya
Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya.

Kepada setiap orang yang menjaga cahaya terang Tuhan untuk akhir zaman. Kepada mereka yang berkorban untuk rahmat semesta alam. Selamat Bunda Aminah. Selamat Sayyid Abdullah. Selamat Ya Abdal Muthallib. Selamat Ya Abu Thalib. Selamat Ya Hamzah bin Abdul Muthallib. Selamat tuan dan puan Bani Hasyim.

Di hari mulia ini, terima kasih kami terhatur bagi tuan dan puan. Bagimu wahai para junjunan, salam rindu kami tak berkesudahan. Selamat, selamat, dan jutaan ucapan selamat takkan pernah mendekati hak tuan dan puan yang wajib kami tunaikan. Selamat wahai Bani Hasyim, dimuliakan namamu di antara semesta alam!

Cukuplah bagimu derajat, disandingkan namamu dalam shalawat, Maha suci Sang Pencipta setiap saat. Dia tak pernah berhenti, dan para malaikat menggumamkan namamu penuh hormat, kepada Muhammad Sang Nabi.

Berbahagialah, kita semua punya teladan sejati dalam tingkah laku. Ada cinta di kalbu, karena tersesat menuju hatimu.

Insya Allah secangkir kopi dan mantra shalawat,
menjadikan kita semua ngga tersesat di abad digital masa kini.

Shollu alannabiy.[]