Milenial Hati-Hati Belajar Agama di Media Sosial

0
24
WhatsApp
Twitter

Ada apa dengan cara beragama kita saat ini? Mengapa begitu banyak orang yang belajar agama di media sosial? Padahal, umumnya media sosial dianggap sumber yang kurang begitu baik dalam hal pembelajaran agama. Memang, media sosial menyuguhkan segudang informasi dan pengetahuan yang begitu lengkap, tetapi belajar agama tanpa berguru langsung kepada ahlinya bukanlah cara yang bijak dan tidak bisa disebut belajar secara otodidak.

Agama bukanlah sepaket keilmuan teknis yang selalu bisa dipelajari sendiri. Berbeda dengan pengetahuan umum lainnya, setiap orang bisa belajar secara otodidak hanya butuh belajar dan kerja keras untuk menggapai ilmu dan keahlian itu. Belajar agama, selalu butuh seorang figur guru dan meraka yang umumnya sudah dianggap sangat ahli dengan keilmuan agamanya. Hal ini pula yang diperintahkan oleh para ulama terdahulu. Diantaranya Muhammad bin Sirin, beliau mengatakan,“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama”

Media sosial sebenarnya, bukan media yang kurang lengkap perihal penyediaan keilmuan agama, sebab ustad-ustad yang menguasai ilmu agama juga ada aktif bermedsos, seperti gus nadir dan gus ulil. Sejatinya, apapun bisa diperoleh dari sana, mulai dari inspirasi yang bersumber kitab suci sampai referensi karya-karya para ahli agama yang sudah sangat lengkap. Tetapi, kita tidak boleh menganggap media sosial sebagai satu-satunya media untuk menggali pemahaman agama.

Sejalan dengan komentar Kalis Mardiasih dalam kolomnya yanga berjudul ‘Jihad dan Wajah Muslim di Internet’, banyak orang gagal paham dengan term-term agama yang umumnya dipelajari dari medsos. Katakanlah term ‘jihad’, istilah ini bukan hanya banyak disalah pahami oleh kelompok non-Muslim, justru banyak dari kelompok Muslim yang salah paham dengan istilah ini. Akibatnya, banyak umat Islam yang keliru memahami agamanya dan mudah terbawa oleh ajaran-ajaran yang mengarah pada kekerasan.

Lagi-lagi, kesalahan dalam memahami agama umumnya dipelajari dari media sosial. Kekeliruan itu seringkali bukan disebabkan karena mereka malas dan tidak serius dalam mempelajari agamanya, tapi dari cara-cara yang tidak tepat ketika belajar agama. Para generasi milenial, biasanya adalah kalangan yang paling mengkonsumsi keilmuan agama di media sosial. Sebab, maraknya media sosial juga sangat mempengaruhi bagaimana orang untuk belajar agama. Boleh jadi, ada kelompok tertentu yang secara sengaja menggiring untuk belajar agama di media sosial.

Bisa disaksikan misalnya, banyaknya kelompok menggunakan media sosial sebagai media dakwah. Melalui konten-konten islam, youtobe, dan media sosial. Mereka begitu gencar, menyebar paham yang umumnya tidak diterima oleh pandangan mayoritas. Sehingga disamping bijak, pengguna media sosial juga harus lebih berhati-hati dan memilah-milah yang dipelajari darinya.

Kita sah-sah saja belajar agama dari sumber mana pun, termasuk dari media sosial, atau youtube, yang notabenenya kita tidak berjumpa secara langsung dengan guru atau penceramahnya. Tetapi sangat perlu untuk ditekankan, kelompok anti-maenstrim, atau radikal seringkali memanfaatkan media sosial, dan bertentangan dengan paham maenstrem yang sudah jelas-jelas dipercaya. Sehingga sikap hati-hati dan kritis sangat perlu ditekankan bagi milenial. Supaya tidak sesat, terhasut pemikiran ekstrim, atau pemikiran menyimpang.

Hal ini penting untuk dipahami. Mengingat, maraknya paham radikal yang sering terjerumus pada tindakan terorisme, kelompok mereka memiliki jaringan yang luas dan umumnya media sosial menjadi media yang sangat ampuh dalam membangun koneksi antar anggotanya. Maka sudah sepatutnya generasi milenial, lebih waspada dan dianjurkan untuk ikut arus utama dalam beragama. Tujuannya jelas, agar siapapun tidak mudah terjebak pada paham yang salah dan bertentangan. Hendaknya terus-menerus dalam menuntut ilmu dan menyediakan waktu khusus untuk menuntut ilmu,

Dengan demikian, ada banyak media-media online yang menyediakan informasi dan pengetahuan tentang agama. Karakternya sangat beragam, maka pilihlah media-media yang lebih santun, berwawasan keindonesiaan, mengedukasi dan selalu mengedepankan dakwah yang damai dan sejuk. Bukan media-media yang provokatif, suka menyalahkan kelompok-kelompok yang berbeda, atau hobbynya menyebarkan hoaks yang sama sekali tak dapat dipertanggungjawabkan.