Dunia Islam

Islam Bukan Terorisme dan Terorisme Bukan Islam

3 Mins read

Dalam 10 tahun terakhir, telah terjadi aksi pengeboman di berbagai daerah di Tanah Air, tidak terkecuali di gereja dan ruang publik lainnya. Aksi-aksi tersebut diduga dilakukan oleh jaringan teroris yang berafiliasi dengan al-Qaeda dan ISIS. Lantas, apakah fenomena itu bagian dari ajaran Islam?

Istilah terorisme muncul bersamaan dengan terjadinya revolusi Perancis pada abad ke-18. Selama tragedi The Reign of Terror atau The Terror berlangsung, istilah terorisme digunakan untuk menggambarkan instrumen kebijakan rezim penguasa pada saat itu, yakni dalam bentuk serangkaian pembantaian dan eksekusi publik sebagai tanggapan atas semangat revolusioner (Edward dan rekan: 2008).

Menilik sejarahnya, terorisme telah hadir sejak manusia tinggal di dunia. Perasaan diteror, khawatir, panik, dan gelisah yang mencekam adalah kelemahan yang sejak dulu ada pada diri manusia. Aksi teror adalah upaya pemanfaatan kelemahan manusia untuk suatu tujuan yang diinginkan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di panelnya (2005) mendefinisikan, terorisme adalah berbagai tindakan yang dimaksudkan untuk menyebabkan kematian atau cidera serius, termasuk warga sipil dengan tujuan mengintimidasi penduduk atau memaksa pemerintah atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.

Tindakan-tindakan yang termasuk kategori tersebut berupa pembunuhan, pengeboman, pembakaran, penganiayaan, dan penyanderaan. Akibatnya, timbul rasa terancam, takut, panik, gelisah, bahkan curiga yang melemahkan kesejahteraan, kedamaian, serta keharmonisan hubungan sosial antarindividu.

Ajaran agama, khususnya Islam telah hadir di muka bumi untuk menyebarluaskan dan melanggengkan kedamaian, kadilan, serta keharmonisan. Sama sekali tidak melegalkan kejahatan berupa kekerasan dan pembunuhan tanpa alasan jelas. Mengganti masa kegelapan yang sempat menjadi puncak peradaban manusia dengan menyampaikan petunjuk (al-Quran) lewat Rasulullah SAW, seorang teladan yang paling baik akhlaknya.

Ditegaskan di dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 32, “barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”

Imam Ibnu Katsir menunjukkan di dalam tafsirnya maksud ayat di atas, yakni barang siapa yang membunuh seorang manusia tanpa sebab (seperti qisas atau membuat kerusakan di muka bumi, dan ia menghalalkan membunuh jiwa tanpa alasan dan tanpa dosa) maka seakan-akan ia membunuh manusia seluruhnya, karena Allah tidak membedakan antara satu jiwa dengan jiwa lainnya. Dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia (mengharamkan membunuhnya dan meyakini keharaman tersebut), berarti telah menyelamatkan seluruh manusia.

Aksi teror atas nama agama yang tidak sejalan dengan ayat di atas. Namun kerap dilancarkan di Tanah Air kita, berkat kesuksesan doktrin jihad dan iming-iming surga. Keluguan anak-anak dan remaja kian dimanfaatkan untuk menambah jumlah anggota untuk rela mengorbankan jiwa dan raga.

Justru sebaliknya, hukum Islam yang selama ini dijadikan payung legalitas aksi mereka adalah murni sebuah kesalahpahaman. Ayat atau hadis seenaknya diartikan dan tafsirkan, terutama tentang isu-isu sensitif berbau kekerasan dan perang.

Sebagai contoh, terdapat satu hadis di dalam Arba’in Nawawi -kitab hadis populer di Negeri ini- diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi, tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haq Islam danperhitungan mereka ada pada Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dua hal yang perlu diluruskan dari hadis di atas. Pertama, kata ‘memerangi’ (uqatila) dalam bahasa Arab merupakan derivasi dari tafa’ala yang bermakna musyarakah. Di dalam bahasa Indonesia berarti ‘saling’. Dalam hadis ini berarti saling perang (kondisi perang), bukan menyerang tanpa sebab atau menyerang saat keadaan aman.

Kedua, al-Sindi menjelaskan di dalam hasyiyah al-Sindi dari Sunan Ibn Majah, redaksi ‘manusia’ dalam matan hadis itu adalah kalimat umum yang memiliki makna khusus. Maka, maksud kata al-Naas (manusia) dalam hadis adalah kaum musyrik yang memerangi nabi Muhammad SAW, bukan secara mutlak kepada seluruh kalangan Non-Muslim.

Deskripsi yang disampaikan al-Sindi semakna dengan tinjauan asbab wurud (sebab turun) hadis di atas, para ulama menerangkan bahwa hadis tersebut turun, sebab orang-orang musyrik Arab yang konsisten berupaya untuk menggagalkan dakwah nabi Muhammad SAW. Kaum Musyrikin juga tidak kenal lelah dalam menyiksa kaum Muslimin yang lemah selama belasan tahun lamanya. Bahkan, mereka sempat melanggar perjanjian damai yang telah disepakati bersama.

Terorisme, buah dari paham radikalisme pada awalnya merupakan sebuah gerakan politik. Agama Islam kerap dilabelkan untuk melegitimasi aksi-aksi teror yang diluncurkannya, menurut mereka, Islam tidak cukup akhlak, Islam juga wajib ditegakkan di ranah politik.

Padahal, Islam adalah sumber kedamaian, bukan terorisme. Setiap Muslim harusnya mencerminkan sikap yang sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam Islam. Terorisme bukan Islam, sebab ketidak cocokan antara aksi teror dan ajaran Islam sesungguhnya.

Maka dari itu, menjauhkan diri dan sekitar dari doktrin-doktrin terorisme yang merusak dan merugikan dapat diupayakan dengan cara menanamkam rasa toleransi sejak dini, memberikan pendidikan agama yang baik, dan merefleksikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, karena Islam sejatinya bukan terorisme, dan terorisme bukan Islam.

Related posts
Dunia IslamKolomNasihat

Demokrasi Pancasila itu Islami

Demokrasi memang telah mengantarkan Dunia Barat mencapai kemajuan menuju kemakmuran bagi rakyatnya. Namun, bagaimanapun demokrasi sebagai sebuah sistem pembangunan negara belum mencapai…
Dunia IslamKolom

Menanggulangi Krisis Etika dakwah

Di tengah hiruk pikuk ceramah daring, sejumlah dai secara tidak sadar mengabaikan etika dalam berdakwah. Salah satunya terkait masalah perayaan ulang tahun…
Dunia IslamKolom

Kafir adalah Kuasa Kepentingan, Keangkuhan, dan Kepongahan

Tuhan telah memberikan segala kebaikan kepada semua manusia. Baik yang bersifat material maupun immaterial. Wajar dan memang sudah seharusnya kita sebagai manusia…